Perkembangan
Masa Anak-anak Awal
Masa
anak-anak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni
kira-kira 2 tahun sampai saat anak matang secara seksual. Selama periode ini
(kira usia 11 tahun bagi wanita dan 12 tahun bagi pria) terjadi sejumlah
perubahan yang sangat signifikan, baik secara fisik maupun psikilogis. Sejumlah
ahli membagi masa anak-anak menjadi dua, yaitu masa anak-anak awal dan masa
anak-anak akhir. Namun dalam bab ini hanya akan dibahas perkembangan masa
anak-anak awal atau yang sering disebut juga masa prasekolah.
Perkembangan
Fisik
Selama
masa anak-anak awal, pertumbuhan fisik berlangsung lambat dibandingkan dengan
tingkat pertumbuhan selama masa bayi. Meskipun selama masa anak-anak
pertumbuhan fisik mengalami perlambatan, namun keterampilan-keterampilan
motorik kasar dan motorik halus justru berkembang pesat.
Tinggi
dan Berat
Selama
masa anak-anak awal, tinggi rata-rata anak bertumbuh 2,5 inci dan berat
bertambah antara 2,5 hingga 3,5 kg setiap tahunnya. Pada usia 3 tahun, tinggi
anak sekitar 38 inci dan beratnya sekitar 16,5 kg. pada usia 5 tahun, tinggi
anak mencapai 43,6 kg inci dan beratnya 21,5 kg (Mussen, Conger & Kagan,
1969).
Perkembangan
Otak
Di
antara perkembangan fisik yang sangat penting selama masa anak-anak awal ialah
perkembangan otak dan sistem saraf yang berkelanjutan. Meskipun otak terus
bertumbuh pada masa awal anak-anak, namun pertumbuhannya tidak sepesat pada
masa bayi. Pertumbuhan otak selama awal masa anak-anak disebabkan oleh
pertambahan jumlah dan ukuran urat saraf yang berujung di dalam dan diantara
daerah-daerah otak. Ujung-ujung urat saraf terus bertambah setidak-tidaknya
hingga masa remaja. Beberapa pertambahan ukuran otak juga disebabkan oleh
pertambahan myelination, yaitu suatu proses di mana sel-sel urat saraf
ditutup dan disekat dengan suatu lapisan sel-sel lemak. Beberapa ahli psikologi
perkembangan percaya bahwa myelination
adalah penting dalam pematangan sejumlah kemampuan anak-anak.
Perkembangan
Motorik
Perkembangan
Fisik pada masa anak-anak ditandai dengan berkembangnya keterampilan motoric,
baik kasar maupun halus. Sekitar usia 3 tahun, anak sudah dapat berjalan dengan
baik, dan sekitar usia 4 tahun anak hampir menguasai cara berjalan orang
dewasa. Usia 5 tahun anak sudah terampil menggunakan kakinya untuk berjalan
dengan berbagai cara, seperti maju dan mundur, jalan cepat dan pelan-pelan,
melompat dan berjinggrak, berlari kesana dan kemari, memanjat dan sebagainya
yang semuanya dilakukan dengan lebih halus dan bervariasi.
Perkembangan
Kognitif
Seiring
dengan meningkatnya kemampuan anak untuk mengeksplorasi lingkungan, karena
bertambah besarnya koordinasi pengendaliaan motorik yang disertai dengan
meningkatnya kemampuan untuk bertanya dengan menggunakan kata-kata yang dapat
dimengerti orang lain, maka dunia kognitif anak berkembang pesat, Makin
kreatif, bebas, dan imajinatif. Imajinasi anak-anak prasekolah terus bekerja,
dan daya serap mentalnya tentang dunia makin meningkat.
Perkembangan
Kognitif Menurut Teori Piaget
Sesuai
dengan teori kognitif Piaget,maka perkembangan kognitif pada masa awal
anak-anak dinamakan tahap praoperasional (preoperational stage), yang
berlangsung dari usia 2 hingga 7 tahun. Pada tahap ini, konsep yang stabil
dibentuk, penalaran mental muncul, egosentrisme mulai kuat dan kemudian
melemah, serta terbentuknya keyakinan terhadap hal yang magis. Tetapi, sebagai
“pra” dalam istilah “praoperasional”, menunjukkan bahwa pada tahap ini teori
Piaget difokuskan pada keterbatasan pemikiran anak.
Pemikiran praoperasional tidak lain adalah suatu
masa tunggu yang singkat bagi bagi pemikiran operasional, meskipun label
“praoperasional” menekankan bahwa anak pada tahap ini belum berfikir secara operasional.
Adapun yang dimaksud dengan operasi (operations) menurut santrock (1998)
adalah “internalized sets of actions that allow children to do mentally what
befor they had done physically”. Operasi tampak dalam bentuk pemikiran operasional konkret
dan dalam bentuk lain pemikiran operasional formal. Pemikiran praoperasional
adalah awal dari kemampuan untuk merekonstruksi pada level pemikiran apa yang
telah ditetapkan dalam tingkah laku. Secara garis besarnya pemikiran
praoperasional dapat dibagi ke dalam dua subtahap, yaitu subtahap prakonseptual
dan subtahap pemikiran intuitif (Heterington & Parke, 1979;
Seifert & Hoffnung, 1994).
Subtahap
Prakonseptual (2-4 tahun)
Subtahap
prakonseptual disebut juga dengan pemikiran simbolik (symbolic thought),
karena karakteristik utama subtahap ini ditandai dengan munculnya system-sistem
lambing atau simbol, seperti bahasa. Pada subtahap ini anak-anak mengembangkan
kemampuan untuk menggambarkan untuk membayangkan secara mental suatu objek yang
tidak ada (tidak terlihat) dengan sesuatu yang lain. Misalnya, pisau yang
terbuat dari plastik adalah sesuatu yang nyata, mewakili pisau yang
sesungguhnya.
Kemunculan
pemikiran simbolis pada subtahan praoperasional ini dianggap sebagai pencapaian
kognitif yang paling penting.melalui pemikiran simbolis, anak-anak prasekolah
dapat mengorganisir dan memproses apa yang mereka ketahui. Simbol-simbol juga
membantu anak-anak mengkomunikasikan kepada orang lain tentang apa yang mereka
ketahu, sekalipun dalam situasi yang jauh berbeda dengan pengalamannya sendiri.
Komunikasi
yang didasarkan atas pengalaman pribadi akan membantu perkembangan hubungan
sosial diantara anak-anak. Singkatnya komunikasi memungkinkan individu untuk
belajar dari simbol-simbol yang diperoleh melalui pengalaman orang lain
(Seifert & Hoffnung, 1994)
Dengan
demikian, dalam subtahan prakonseptual, kemunculan fungsi simbolis ditunjukkan
dengan perkembangan bahasa yang cepat, permainan imajinatif, dan peningkatan
dalam peniruan.
Subtahan
intuitif (4-7 tahun)
Istilah
intuitif digunakan untuk menunjukkan subtahap kedua dari pemikiran
praoperasional yang terjadi pada anak dalam periode 4 hingga 7 tahun. Dalam
subtahan ini, meskipun aktivitas mental tertentu seperti cara-cara
mengelompokkan, mengukur atau menghubungkan objek-objek terjadi, tetapi
anak-anak belum begitu sadar mengenai prinsip-prinsip yang melandasi
terbentuknya aktivitas tersebut.
Jadi,
walaupun simbol-simbol anak meningkat kompleks, namun proses penalaran dan
pemikirannya masih mempunyai ciri-ciri keterbatasan tertentu.
Karakteristik
lain dari pemikiran praoperasional adalah pemusatan perhatian pada satu dimensi
dan mengesampingkan semua dimensi yang lain. Karakteristik ini diistilahkan
Piaget dengan centration (pemusatan). Pemusatan terlihat jelas pada anak
yang kekurangan konservasi (conservation), yaitu kemampuan untuk
memahami sifat-sifat atau aspek-aspek tertentu dari suatu objek atau stimulus
tetap tidak berubah ketika aspek-aspek lain mengalami perubahan.
Perkembangan
Persepsi
Meskipun
persepsitelah berkembang sejak awal kehidupan, namun hingga masa anak-anak
awal, kemampuan atau kapasitas mereka untuk memproses informasi masih terbatas.
Kadang-kadang anak usia prasekolah dapat merasakan stimulus penglihatan dan
pendengaran seperti ysng dirasakan oleh orang dewasa, tetapi di lain waktu
mereka tidak dapat merasakannya.
Selama
tahun-tahun prasekolah penglihatan yang menjadi sumber informasi penting
mengalami peningkatan. Meskipun demikian, anak prasekolah masih belum mampu
melihat sebaik penglihatan anak yang lebih besar. Bagi sebagian anak,
penglihatan jauh ini mungkin menyebabkan timbulnya problem-problem praktis
tertentu, seperti kesukaran dalam menggambar atau dalam melakukan tugas-tugas
lain. akan tetapi, anak prasekolah yang lebih besar penglihatan dekat mereka
cenderung bertambah baik.
Seiring
dengan peningkatan dengan ketajaman visual, selama masa awal anak-anak persepsi
visual mereka juga bertambah baik. Menurut Seifert dn Hoffnung,
peningkatan visual anak ini terlihat
dalam dua bentuk; pertama, diskriminasi visual (visual discrimination);
yaitu kemampuan untuk membedakan atau melihat perbedaan-perbedaan terhadap yang
mereka lihat. Kedua, integrasi visual (visual integration); yaitu
kemampuan untuk mengkoordinasikan beberapa penglihatan dengan tindakan
–tindakan fisiksecara tepat.
Meskipun
demikian, anak-anak prasekolah masih mengalami keterbatasan dalam pelaksanaan
tugas-tugas perkembangan ini. Anak prasekolah sering mengalami kesukaran dalam menyatukan
tindakan dengan penglihatan mereka terhadap stimulus yang membingungkan.
Misalnya, anak-anak usia 4 tahun mungkin dapat melukis sebuah gambar dengan
baik, tetapi hanya sepanjang mereka tidak berbicara. Untuk berkomentar tentang
lukisannya tersebut, mereka harus berhenti terlebih dahulu.
Perkembangan
Memori
Dibandingkan
dengan bayi, mengukur memori anak-anak jauh lebih mudah, karena anak-anak telah
dapat memberikan reaksi secara verbal. Meskipun demikian, tugas anak-anak masih
sangat sederhana, karena mungkin anak-anak mengalami kesulitan dalam memahami
perintah-perintah dari dari tugas-tugas itu dan mereka mungkin tidak mampu
mengidentifikasikan stimulus tertentu.berikut ini akan diuraikan beberapa
komponen penting daridari memori anak-anak usia prasekolah, yaitu
1. Memori
Jangka Pendek
Dalam
memori jangka pendek, individu menyimpan informasi selama 15 hingga 30 detik,
dengan asumsi tidak ada latihan atau pengulangan. Memori jangka pendek ini
sering diukur dalam rentang memori (memory span) yaitu jumlah item yang
dapat diulang kembali dengan tepat sesudah satu penyajian tunggal.
Menurut
Martin (1994), dibandingkan dengan anak-anak yang lebih besar, anak yang lebih
kecil lebih mungkin untuk menyimpan materi berupa visual dalam ingatan jangka
pendeknya. Hitch dan teman-temannya menemukan bahwa anak usia 5 tahun mengalami
kesulitan mengulang kembali serangkaian gambar-gambar yang sama dari
objek-objek secara visual dibandingkan dengan serangkaian dari
gambar-gambaryang tidak sama. Akan tetapi, anak usia 10 tahun tidak mengalami
kesulitan dengan objek-objek yang digambar sama secara visual.
Mengapa
terjadi perbedaan-perbedaan dalam rentang nemori yang disebabkan oleh perbedaan
usia? Pengulangan informasi adalah penting. Anak-anak yang lebih tua lebih banyak
mengulang angka-angka daripada anak-anak yang lebih muda. Kecepatan dan
efisiensi pemrosesan informasi juga penting, terutama kecepatan dalam item-item
ingatan yang bisa diidentifikasikan.
2. Memori
Jangka Panjang
Pada
umumnya anak-anak yang masih kecil memiliki kemampuan memori rekognisi, yaitu
suatu kesadaran bahwa suatu objek, seseorang, atau suatu peristiwa itu sudah
dikenalnya atau pernah dipelajarinya pada masa lalu, tetapi kurang mampu dalam
memori recall, yaitu proses memanggil atau menimbulkan kembali dalam ingatan sesuatu yang telah
dipelajari. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa anak-anak memiliki memori
rekognisi yang baik sekalipun telah mengalami penundaan untuk jangka waktu yang
lama (Martin, 1994).
3. Perkembangan
Atensi
Atensi
(attention) atau perhatian merupakan sebuah konsep multidimensional yang
digunakan untuk menggambarkan perbedaan ciri-ciri dan cara-cara merespons dalam
sistem kognitif (Parkin 2000). Menurut Chaplin (2000), atensi adalah konsentrasi
terhadap aktivitas mental. Sedangkan. Margaret W. Martlin (1994), menggunakan
istilah atensi untuk merujuk pada konsentrasi terhadap suatu tugas mental,
dimana individu mencoba untuk meniadakan stimulus lain yang mengganggu. Atensi
dapat juga merujuk pada stimulus lain yang mengganggu
Atensi
pada anak telah berkembang sejak masa bayi. Penilitian telah menunjukkan bahwa
hilangnya atensi (habituation) dan pulihnya atensi (dishabituation)
bila diukur pada 6 bulan pertama masa bayi, berkaitan dengan tingginya
kecerdasan pada tahun-tahun prasekolah.
4. Perkembangan
Metakognitif
Menurut
Margaret W. Martlin (1994), metakognitif adalah pengetahuan dan kesadaran
tentang proses kognisi atau kesadaran kita tentang pemikiran. Metakognisi
merupakan suatu proses menggugah rasa ingin tahu karena kita menggunakan proses
kognitif kita untuk merenungkan proses kognitif kita sendiri.pada umumnya
teori-teori tentang kemampuan metakognitif mendapat inspirasi dari penelitian
J.H. Flavel mengenai pengetahuan metakognitif dan penelitian A.L. Brown
mengenai metakognitif atau pengontrolan pengaturan diri (self-regulatory)
selama pemecahan masalah.
Penelitian
Flavel tentang metakognitif lebih difokuskan pada anak-anak. Sejumlah
penelitian lain lebih tertarik untuk mempelajari kemampuan metakognitif
anak-anak, apakah anak-anak yang masih kecil telah mampu memahami
pikiran-pikiran mereka sendiri dan pikiran-pikiran orang lain. Wellman dan
Gelman (1997) juga menunjukkan bahwa pemahaman anak tentang pikiran manusia
tumbuh secara ekstensif sejak tahun-tahun pertama kehidupannya. Kemudian pada
usia 3 tahun anak menunjukkan suatu pemahaman bahwa kepercayaan-kepercayaan dan
keinginan-keinginan internal dari seseorang berkaitan dengan tindakan-tindakan
orang tersebut.
5. Perkembangan
Bahasa
Dalam
pembahasan tentang perkembangan kognitif diatas telah disinggung bahwa dalam
fase prakonseptual, seiring dengan kemunculan pemikiran simbolis, anak-anak
mengalami perkembangan bahasa yang pesat. Di samping itu, pada masa ini
penguasaan kosa kata anak juga meningkat pesat.
Penilitian
Mar’at (1982) di kota Bandung terhadap 30 anak balita mengenai perkembangan
bahasa menunjukkan bahwa anak-anak juga mengikuti tingkat perkembangan bahasa
sebagaimana yang disebutkan oleh schaerlaekens tersebut, yakni pada periode
pra-lingual anak-anak ini sudah dapat membuat kalimat satu-kata, Dan pada
periode lingual-awal menjadi dua-kata. Pada periode diferensiasi terbentuk
kalimat tiga-kata. Dengan perkembangan bahasa demikian, anak-anak pada masa
prasekolah sebenarnya sudah mampu membaca. Dalam suatu penelitian yang
dilakukan oleh Reni Akbar Hawani (2001), ternyata bahwa 46,67% anak mampu
membaca pada usia 5 tahun, 34,44% pada usia 6 tahun, dan hanmya 4,49% pada usia
7 tahun.
Pada
mulanya bahasa anak-anak bersifat egosentris, yaitu bentuk bahasa yang lebih
menonjolkan diri sendiri, berkisar pada minat, keluarga, dan miliknya sendir.
Menjelang akhir masa anak-anak awal, percakapan anak-anak berangsur-angsur
berkembang menjadi bahasa sosial.
6. Perkembangan
Psikososial
Di
samping perkembangan fisik dan kognitif sebagaimana telah dibicarakan diatas,
masa perkembangan anak-anak juga ditandai dengan perkembangan psikososial yang
cukup pesat. Dalam uraian berikut akan dibahas beberapa aspek penting
perkembangan psikososial yang terjadi pada masa awal anak-anak, yaitu:
a. Perkembangan
Permainan
Permainan
adalah salah satu bentuk aktivitas sosial yang dominan pada awal masa
anak-anak. Sebab, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktunya diluar rumah
bermain dengan teman-temannya dibanding terlibat dalam aktivitas lain.
Hetherington & Parke mendefinisikan permainan sebagai suatu bentuk
aktivitas yang menyenangkan yang dilakukan semata-mata untuk aktivitas itu
sendiri, bukan karena ingin memperoleh sesuatu yang dihasilkan dari aktivitas
tersebut
b. Fungsi
Permainan
Permainan
mempunyai arti yang sangat penting bagi perkembangan kehidupan anak-anak.
Hetherington & Parke menyebutkan tiga fungsi utama dari permainan, yaitu:
v Fungsi
Kognitif Permainan membantu perkembangan kognitif anak. Melalui permainan,
anak-anak menjelajahi lingkungannya, mempelajari objek-objek disekitarnya, dan
belajar memecahkan masalah yang dihadapinya. Piaget (1962) percaya bahwa
struktur-struktur kognitif anak perlu dilatih, dan permainan merupakan setting
yang sempurna bagi latihan ini.
v Fungsi
Sosial Permainan dapat meningkatkan perkembangan sosial anak. Khususnya dalam
permainan fantasi dengan memerankan suatu peran, anak belajar memahami orang
lain dan peran-peran yang akan ia mainkan dikemudian hari setelah tumbuh
menjadi orang dewasa.,
v Fungsi
Emosi Permainan memungkinkan anak untuk memecahkan sebagian dari masalah
emosionalnya, belajar mengatasi kegelisahannya dan konflik batin.
c. Jenis-jenis
Permainan
Studi
klasik terhadap aktivitas permainan anak-anak prasekolah dilakukan oleh Mildred
Parten untuk keperluan penulisan disertai doktoralnya di Universitas Minnesota.
Berdasarkan observasinya terhadap anak-anak usia 2 tahun ingga 5 tahun, Parten
menemukan 6 kategori permainan anak-anak yaitu:
1. Permainan
Unnocupied. Anak mempertahankan dan melihat segala sesuatu yang menarik
perhatiannya dan melakukan gerakan-gerakan bebas dalam bentuk tingkah laku yang
tidak terkontrol.
2. Permainan
Solitary. Anak dalam sebuah kelompok asyik bermain sendiri-sendiri
dengan bermacam-macam alat permainan,
sehingga tidak terjadi kontak antara satu sama lain dan tidak peduli terhadap
apapun yang sedang terjadi.
3. Permainan
Onlooker. Anak melihat dan memperhatikan anak-anak lain bermain. Anak
ikut bicara dengan anak-anak lain itu dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
tetapi ia tidak ikut terlibat dalam aktivitas permainan tersebut.
4. Permainan
Parallel. Anak-anak bermain dengan alat-alat permainan yang sama, tetapi
tidak kontak antara satu dengan yang lain atau tukar menukar alat permainan.
5. Permainan
Assosiative. Anak bermain bersama-sama saling pinjam alat permainan, tetapi
permainan itu tidak mengarah pada satu tujuan, tidak ada pembagian peranan dan
pembagian alat-alat permainan.
6. Permainan
Cooperative. Anak-anak bermain dalam kelompok yang terorganisir, dengan
kegiatan-kegiatan konstruktif dan membuat sesuatu yang nyata, di mana setiap
anak mempunyai peranan sendiri-sendiri.
Sementara
itu, para pakar teori kognitif mengidentifikasikan 4 macam permainan yang
berkembang sejalan dengan tahap-tahap perkembangan kognitif, yaitu:
1. Permainan
fungsional (functional play). Permainan fungsional terjadi selama
periode sensorimotorik, yang ditunjukkan dengan gerakan yang diulang-ulang,
seperti gerakan-gerakan tangan dan kaki pada bayi, dan terfokus pada badan
tersendiri.
2. Permainan
konstruktif (constructive play). Permainan konstruktif adalah suatu
bentuk permainan dengan menggunakan objek-objek fisik untuk membangun atau
membuat sesuatu
3. Permainan
dramatik (dramatic play). Permainan dramatik adalah suatu bentuk
permainan yang dilakukan secara berpura-pura, yang dimulai ketika anak dapat
mensimbolisasi atau menghadirkan objek-objek secara mental. Permainan ini juga
bisa disebut sebagai permainan symbol.
4. Permainan
dengan aturan (games with play). Permainan dengan aturan adalah
permainan yang melibatkan aturan-aturan tertentu dan seringkali berkompetisi
dengan satu atau lebih orang.
d. Perkembangan
Hubungan Dengan Orang Tua
Selama
tahun-tahun prasekolah, hubungan dengan orang tua atau pengasuhnya merupakan
dasar bagi perkembangan emosional dan sosial anak. Sejumlah ahli percayabahwa
kasih sayang orang tua atau pengasuh selama beberapa tahun pertama kehidupan
merupakan kunci utama perkembangan sosial anak. Diana baumrind dalam studi
klasiknya tentang hubungan orang tua dan anak merekomendasikan tiga tipe
pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam tingkah laku
sosial anak, yaitu: otoritatif, otoriter, dan permisif.
Pengasuh
otoritatif (authoritatif parenting) adalah salah satu gaya pengasuhan
yang memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap tingkah laku anak. Tetapi
mereka juga bersikap responsif, menghargai dan menghormati pemikiran, perasaan,
serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan . anak-anak prasekolah
dari orang tua yang otoritatif cenderung lebih percaya pada diri sendiri,
pengawasan diri sendiri, dan mampu bergaul baik dengan teman-teman sebayanya.
Pengawasan
otoriter (authoritarian parenting) adalah suatu gaya pengawasan yang
membatasi dan menuntut anak untuk menuruti perintah-perintah orang tua.orang
tua yang otoriter menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberikan
peluang yang besar bagi anak-anak untuk mengemukakan pendapat. Orang tua
otoriter juga cenderung bersikap sewenang-wenang dan tidak demokratis dalam
membuat keputusan. Anak dari orang tua yang otoriter cenderung bersikap curiga
pada orang lain dan merasa tidak bahagia dengan dirinya sendiri.
Pengasuhan
permisif (permissive parenting) gaya pengasuhan permisif dapat dibedakan
dalam dua bentuk, yaitu: pertama, pengasuhan permissive-indulgent yaitu suatu
gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak, tetapi
menetapkan sedikit batas atau kendali atas mereka. Kedua, pengasuhan
permissive-indifferent, yaitu suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat
tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua
yang permissive-indifferent cenderung kurang percaya diri, pengendalian diri
yang buruk, dan rasa harga diri yang rendah.
e. Perkembangan
Hubungan dengan Teman Sebaya
Perkembangan
psokososial dan kepribadian sejak usia prasekolah hingga akhir masa sekolah
ditandai oleh semakin meluasnya pergaulan sosial, terutama dengan teman sebaya.
Teman sebaya sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaan
sosial atau kesamaan ciri-ciri. Akan tetapi, belakangan definisi teman sebaya
lebih ditekankan pada kesamaan tingkah laku atau psikologis.
Sejumlah
penelitian telah merekomendasikan hubungan teman sosial dengan teman sebaya
memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi anak. fungsi teman
sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi dan
perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Anak-anak mengevaluasi apakah yang
mereka lakukan lebih baik, sama atau lebih jelek dari yang dilakukan oleh
anak-anak lain. Mereka menggunakan orang lain sebagai tolok ukur untuk
membandingkan dengan dirinya.
Dalam
beberapa investigasi yang dilakukan oleh para ahli perkembangan menunjukkan
bahwa relasi yang baik antarteman sebaya memiliki peran penting dalam
perkembangan sosial yang normal. Isolasi sosial atau ketidakmampuan untuk
melebur kedalam suatu jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak masalah dan
kelainan yang beragam, mulai Dari kenakalan dan masalah minuman keras hingga
depresi. Sebaliknya , relasi yang harmonis antara teman-teman sebaya pada masa
remaja diasosiasikan dengan kesehatan mental yang positif pada usia tengah baya
(Santrock, 1995).
f. Perkembangan
Gender
Gender
merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi perkembangan sosial pada
masa awal anak-anak. Kebanyakan anak mengalami sekurang-kurangnya tiga tahap
perkembangan gender. Pertama, anak mengembangkan kepercayaan tentang
identitas gender, yaitu rasa laki-laki atua perempuan. Kedua, anak
mengembangkan keistimewaan gender, sikap tentang jenis kelamin mana yang mereka
kehendaki. Ketiga, mereka memperoleh ketetapan gender, suatu kepercayaan
bahwa jenis kelamin seseorang ditentukan secara biologis, permanen, dan tak
berubah-ubah.
Ketiga
aspek tersebut berperan terhadap pengetahuan umum anak tentang peran gender
yang diharapkan masyarakat. Pengetahuan ini sering disebut sebagai peran jenis
kelamin atau steorotip gender. Steorotip peran gender merujuk pada
karakteristik psikologis atau perilaku yang secara tipikal diasosiasikan dengan
laki-laki atau perempuan (Matsumoto, 2000)
g. Tren
Perkembangan Gender Selama Masa Awal Anak-anak
Pada
umumnya anak usia 2 tahun sudah dapat menerapkan label laki-laki atau perempuan
secara tepat atas dirinya sendiri dan orang lain. Meskipun demikian, pada usia
ini anak belum memahami ketetapan gender (gender constancy). Ketika
konsep tentang ketetapan konsep terbentuk dengan jelas, anak-anak akan
termotivasi untuk menjadi seorang laki-laki atau perempuan yang sejati. Karena
itu, ia akan meniru model-model perilaku dari jenis kelamin yang sama. Berikut
ini akan dijelaskan dua tren penting dari perkembangan gender pada masa awal
anak-anak, yaitu:
1. Permainan dan Aktivitas
Perkembangan
gender pada masa awal anak-anak dapat dilihat dari permainan dan aktivitas yang
dilakukan. Anak-anak usia antara 2 dan 3 tahun, telah mempelajari steorotip
gender konvensional yang dihubungkan dengan berbagai aktivitas dan objek-objek
umum (Ruble & Ruble, 1980). Mereka menghubungkan gender dengan mainan. Pada
saat yang sama, mereka belajar mengasosiasikan jenis pakaian,
peralatan-peralatan umum, dan permainan-permainan umum.
Pada
awal usia sekolah, mereka mulai menghubungkan keluarga dan pekerjaan tertentu
dengan gender, sekalipun keluarga mereka tidak memperlihatkan pembagian
tersebut. Di dalam berbagai situasi, anak-anak yang muda belia memperkuat
stereotip gender dengan memilih mainan dan aktivitas yang dihubungkan dengan
jeniskelamin mereka (Maccoby &
Jacklin, 1974).
2. Kualitas Personal
Berbeda
dengan permainan dan aktivitas, anak-anak prasekolah mengembangkan steorotip
gender tentang kualitas pribadi relative lebih lambat. Baru pada usia kira-kira
5 tahun anak mulai mengetahui gender mana yang dianggap menjadi agresif, keras,
dan kuat serta dan gender mana yang dianggap lembut, tenang dan lemah.
Belakangan
ini, diusulkan teori gender skema (gender schema theory) untuk
menjelaskan perkembangan pemahaman anak mengenai gender. Skema adalah suatu
struktur kognitif, yakni suatu jaringan asosiasi yang mengorganisir dan memandu
persepsi-persepsi individu. Skema gender adalah mengorganisir dunia dalam sudut pandang perempuan dan laki-laki.
Teori skema gender adalah pernyataan bahwa perhatian dan perilaku individu
dipandu oleh motivasi internal untuk menyesuaikan diri dengan standar-standar
dan stereotip-stereotip sosial budaya yang berbasis gender (Santrock, 1995).
Dengan
demikiandapat dipahami bahwa teori skema gender merupakan suatu bentuk
kepercayaan dan stereotip tentang gender yang digunakan untuk mengorganisir
informasi tentang karakteristik, pengalaman, dan harapan dari hubungan gender.
Pemikiran
skema gender seorang anak berkembang melalui serangkaian tahap. Pertama,
seorang anak mempelajari suatu hal yang secara langsung dihubungkan dengan
masing-masing jenis kelamin, seperti,
“anak laki-laki bermain dengan mobil-mobilan”. Kedua, sekitar usia 4
hingga 6 tahun, anak mulai mengembangkan asosiasi yang lebih kompleks dan tidak
langsung terhadap informasi yang relefan atas jenis kelaminnya sendiri, tetapi
tidak untuk lawan jenis. Ketiga, pada usia kira-kira 8 tahun anak juga
mempelajari asosiasi yang relevan terhadap lawan jenis dan telah menguasai
konsep gender kewanitaan dan kelaki-lakian.
Perkembangan
Moral
Perkembangan
moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain
(Santrock, 1995). Anak-anak ketika lahir tidak memiliki moral. Tetapi dalam
dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Melalui
pengalamannya berinteraksi dengan orang lain, anak belajar memahami tentang
perilaku mana yangt baik, dan mana yang buruk.
Teori
Psikoanalisa tentang Perkembangan moral
Dalam
menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagian struktur
kepribadian manusia menjadi tiga, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah
struktur kepribadiaan yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak
disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis,
yaitu subsistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas.
Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek sosial yang berisikan
sistem nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan “benar” atau
“salahnya” sesuatu.
Menurut
teori psikoanalisa klasik Freud, semua orang mengalami konflik Oedipus. Konflik
ini akan menghasilkan pembentukan struktur kepribadian yang dinamakan Freud
sebagai superego.
DAFTAR PUSTAKA