Friday 20 December 2013

Psikologi

Perkembangan Masa Anak-anak Awal

Masa anak-anak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni kira-kira 2 tahun sampai saat anak matang secara seksual. Selama periode ini (kira usia 11 tahun bagi wanita dan 12 tahun bagi pria) terjadi sejumlah perubahan yang sangat signifikan, baik secara fisik maupun psikilogis. Sejumlah ahli membagi masa anak-anak menjadi dua, yaitu masa anak-anak awal dan masa anak-anak akhir. Namun dalam bab ini hanya akan dibahas perkembangan masa anak-anak awal atau yang sering disebut juga masa prasekolah.
Perkembangan Fisik
Selama masa anak-anak awal, pertumbuhan fisik berlangsung lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan selama masa bayi. Meskipun selama masa anak-anak pertumbuhan fisik mengalami perlambatan, namun keterampilan-keterampilan motorik kasar dan motorik halus justru berkembang pesat.
Tinggi dan Berat
Selama masa anak-anak awal, tinggi rata-rata anak bertumbuh 2,5 inci dan berat bertambah antara 2,5 hingga 3,5 kg setiap tahunnya. Pada usia 3 tahun, tinggi anak sekitar 38 inci dan beratnya sekitar 16,5 kg. pada usia 5 tahun, tinggi anak mencapai 43,6 kg inci dan beratnya 21,5 kg (Mussen, Conger & Kagan, 1969).
Perkembangan Otak
Di antara perkembangan fisik yang sangat penting selama masa anak-anak awal ialah perkembangan otak dan sistem saraf yang berkelanjutan. Meskipun otak terus bertumbuh pada masa awal anak-anak, namun pertumbuhannya tidak sepesat pada masa bayi. Pertumbuhan otak selama awal masa anak-anak disebabkan oleh pertambahan jumlah dan ukuran urat saraf yang berujung di dalam dan diantara daerah-daerah otak. Ujung-ujung urat saraf terus bertambah setidak-tidaknya hingga masa remaja. Beberapa pertambahan ukuran otak juga disebabkan oleh pertambahan myelination, yaitu suatu proses di mana sel-sel urat saraf ditutup dan disekat dengan suatu lapisan sel-sel lemak. Beberapa ahli psikologi perkembangan percaya bahwa  myelination adalah penting dalam pematangan sejumlah kemampuan anak-anak.
Perkembangan Motorik
Perkembangan Fisik pada masa anak-anak ditandai dengan berkembangnya keterampilan motoric, baik kasar maupun halus. Sekitar usia 3 tahun, anak sudah dapat berjalan dengan baik, dan sekitar usia 4 tahun anak hampir menguasai cara berjalan orang dewasa. Usia 5 tahun anak sudah terampil menggunakan kakinya untuk berjalan dengan berbagai cara, seperti maju dan mundur, jalan cepat dan pelan-pelan, melompat dan berjinggrak, berlari kesana dan kemari, memanjat dan sebagainya yang semuanya dilakukan dengan lebih halus dan bervariasi.
Perkembangan Kognitif
Seiring dengan meningkatnya kemampuan anak untuk mengeksplorasi lingkungan, karena bertambah besarnya koordinasi pengendaliaan motorik yang disertai dengan meningkatnya kemampuan untuk bertanya dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, maka dunia kognitif anak berkembang pesat, Makin kreatif, bebas, dan imajinatif. Imajinasi anak-anak prasekolah terus bekerja, dan daya serap mentalnya tentang dunia makin meningkat.
Perkembangan Kognitif Menurut Teori Piaget
Sesuai dengan teori kognitif Piaget,maka perkembangan kognitif pada masa awal anak-anak dinamakan tahap praoperasional (preoperational stage), yang berlangsung dari usia 2 hingga 7 tahun. Pada tahap ini, konsep yang stabil dibentuk, penalaran mental muncul, egosentrisme mulai kuat dan kemudian melemah, serta terbentuknya keyakinan terhadap hal yang magis. Tetapi, sebagai “pra” dalam istilah “praoperasional”, menunjukkan bahwa pada tahap ini teori Piaget difokuskan pada keterbatasan pemikiran anak.
 Pemikiran praoperasional tidak lain adalah suatu masa tunggu yang singkat bagi bagi pemikiran operasional, meskipun label “praoperasional” menekankan bahwa anak pada tahap ini belum berfikir secara operasional. Adapun yang dimaksud dengan operasi (operations) menurut santrock (1998) adalah “internalized sets of actions that allow children to do mentally what befor they had done physically”. Operasi tampak  dalam bentuk pemikiran operasional konkret dan dalam bentuk lain pemikiran operasional formal. Pemikiran praoperasional adalah awal dari kemampuan untuk merekonstruksi pada level pemikiran apa yang telah ditetapkan dalam tingkah laku. Secara garis besarnya pemikiran praoperasional dapat dibagi ke dalam dua subtahap, yaitu subtahap prakonseptual dan subtahap pemikiran intuitif (Heterington & Parke, 1979; Seifert & Hoffnung, 1994).
Subtahap Prakonseptual (2-4 tahun)
Subtahap prakonseptual disebut juga dengan pemikiran simbolik (symbolic thought), karena karakteristik utama subtahap ini ditandai dengan munculnya system-sistem lambing atau simbol, seperti bahasa. Pada subtahap ini anak-anak mengembangkan kemampuan untuk menggambarkan untuk membayangkan secara mental suatu objek yang tidak ada (tidak terlihat) dengan sesuatu yang lain. Misalnya, pisau yang terbuat dari plastik adalah sesuatu yang nyata, mewakili pisau yang sesungguhnya.
Kemunculan pemikiran simbolis pada subtahan praoperasional ini dianggap sebagai pencapaian kognitif yang paling penting.melalui pemikiran simbolis, anak-anak prasekolah dapat mengorganisir dan memproses apa yang mereka ketahui. Simbol-simbol juga membantu anak-anak mengkomunikasikan kepada orang lain tentang apa yang mereka ketahu, sekalipun dalam situasi yang jauh berbeda dengan pengalamannya sendiri.
Komunikasi yang didasarkan atas pengalaman pribadi akan membantu perkembangan hubungan sosial diantara anak-anak. Singkatnya komunikasi memungkinkan individu untuk belajar dari simbol-simbol yang diperoleh melalui pengalaman orang lain (Seifert & Hoffnung, 1994)
Dengan demikian, dalam subtahan prakonseptual, kemunculan fungsi simbolis ditunjukkan dengan perkembangan bahasa yang cepat, permainan imajinatif, dan peningkatan dalam peniruan.
Subtahan intuitif (4-7 tahun)
Istilah intuitif digunakan untuk menunjukkan subtahap kedua dari pemikiran praoperasional yang terjadi pada anak dalam periode 4 hingga 7 tahun. Dalam subtahan ini, meskipun aktivitas mental tertentu seperti cara-cara mengelompokkan, mengukur atau menghubungkan objek-objek terjadi, tetapi anak-anak belum begitu sadar mengenai prinsip-prinsip yang melandasi terbentuknya aktivitas tersebut.
Jadi, walaupun simbol-simbol anak meningkat kompleks, namun proses penalaran dan pemikirannya masih mempunyai ciri-ciri keterbatasan tertentu.
Karakteristik lain dari pemikiran praoperasional adalah pemusatan perhatian pada satu dimensi dan mengesampingkan semua dimensi yang lain. Karakteristik ini diistilahkan Piaget dengan centration (pemusatan). Pemusatan terlihat jelas pada anak yang kekurangan konservasi (conservation), yaitu kemampuan untuk memahami sifat-sifat atau aspek-aspek tertentu dari suatu objek atau stimulus tetap tidak berubah ketika aspek-aspek lain mengalami perubahan.
Perkembangan Persepsi
Meskipun persepsitelah berkembang sejak awal kehidupan, namun hingga masa anak-anak awal, kemampuan atau kapasitas mereka untuk memproses informasi masih terbatas. Kadang-kadang anak usia prasekolah dapat merasakan stimulus penglihatan dan pendengaran seperti ysng dirasakan oleh orang dewasa, tetapi di lain waktu mereka tidak dapat merasakannya.
Selama tahun-tahun prasekolah penglihatan yang menjadi sumber informasi penting mengalami peningkatan. Meskipun demikian, anak prasekolah masih belum mampu melihat sebaik penglihatan anak yang lebih besar. Bagi sebagian anak, penglihatan jauh ini mungkin menyebabkan timbulnya problem-problem praktis tertentu, seperti kesukaran dalam menggambar atau dalam melakukan tugas-tugas lain. akan tetapi, anak prasekolah yang lebih besar penglihatan dekat mereka cenderung bertambah baik.    
Seiring dengan peningkatan dengan ketajaman visual, selama masa awal anak-anak persepsi visual mereka juga bertambah baik. Menurut Seifert dn Hoffnung, peningkatan  visual anak ini terlihat dalam dua bentuk; pertama, diskriminasi visual (visual discrimination); yaitu kemampuan untuk membedakan atau melihat perbedaan-perbedaan terhadap yang mereka lihat. Kedua, integrasi visual (visual integration); yaitu kemampuan untuk mengkoordinasikan beberapa penglihatan dengan tindakan –tindakan fisiksecara tepat.
Meskipun demikian, anak-anak prasekolah masih mengalami keterbatasan dalam pelaksanaan tugas-tugas perkembangan ini. Anak prasekolah sering mengalami kesukaran dalam menyatukan tindakan dengan penglihatan mereka terhadap stimulus yang membingungkan. Misalnya, anak-anak usia 4 tahun mungkin dapat melukis sebuah gambar dengan baik, tetapi hanya sepanjang mereka tidak berbicara. Untuk berkomentar tentang lukisannya tersebut, mereka harus berhenti terlebih dahulu.
Perkembangan Memori
Dibandingkan dengan bayi, mengukur memori anak-anak jauh lebih mudah, karena anak-anak telah dapat memberikan reaksi secara verbal. Meskipun demikian, tugas anak-anak masih sangat sederhana, karena mungkin anak-anak mengalami kesulitan dalam memahami perintah-perintah dari dari tugas-tugas itu dan mereka mungkin tidak mampu mengidentifikasikan stimulus tertentu.berikut ini akan diuraikan beberapa komponen penting daridari memori anak-anak usia prasekolah, yaitu
1.      Memori Jangka Pendek
Dalam memori jangka pendek, individu menyimpan informasi selama 15 hingga 30 detik, dengan asumsi tidak ada latihan atau pengulangan. Memori jangka pendek ini sering diukur dalam rentang memori (memory span) yaitu jumlah item yang dapat diulang kembali dengan tepat sesudah satu penyajian tunggal.
Menurut Martin (1994), dibandingkan dengan anak-anak yang lebih besar, anak yang lebih kecil lebih mungkin untuk menyimpan materi berupa visual dalam ingatan jangka pendeknya. Hitch dan teman-temannya menemukan bahwa anak usia 5 tahun mengalami kesulitan mengulang kembali serangkaian gambar-gambar yang sama dari objek-objek secara visual dibandingkan dengan serangkaian dari gambar-gambaryang tidak sama. Akan tetapi, anak usia 10 tahun tidak mengalami kesulitan dengan objek-objek yang digambar sama secara visual.
Mengapa terjadi perbedaan-perbedaan dalam rentang nemori yang disebabkan oleh perbedaan usia? Pengulangan informasi adalah penting. Anak-anak yang lebih tua lebih banyak mengulang angka-angka daripada anak-anak yang lebih muda. Kecepatan dan efisiensi pemrosesan informasi juga penting, terutama kecepatan dalam item-item ingatan yang bisa diidentifikasikan.
2.      Memori Jangka Panjang
Pada umumnya anak-anak yang masih kecil memiliki kemampuan memori rekognisi, yaitu suatu kesadaran bahwa suatu objek, seseorang, atau suatu peristiwa itu sudah dikenalnya atau pernah dipelajarinya pada masa lalu, tetapi kurang mampu dalam memori recall­, yaitu proses memanggil atau menimbulkan  kembali dalam ingatan sesuatu yang telah dipelajari. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa anak-anak memiliki memori rekognisi yang baik sekalipun telah mengalami penundaan untuk jangka waktu yang lama (Martin, 1994).
3.      Perkembangan Atensi
Atensi (attention) atau perhatian merupakan sebuah konsep multidimensional yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan ciri-ciri dan cara-cara merespons dalam sistem kognitif (Parkin 2000). Menurut Chaplin (2000), atensi adalah konsentrasi terhadap aktivitas mental. Sedangkan. Margaret W. Martlin (1994), menggunakan istilah atensi untuk merujuk pada konsentrasi terhadap suatu tugas mental, dimana individu mencoba untuk meniadakan stimulus lain yang mengganggu. Atensi dapat juga merujuk pada stimulus lain yang mengganggu
Atensi pada anak telah berkembang sejak masa bayi. Penilitian telah menunjukkan bahwa hilangnya atensi (habituation) dan pulihnya atensi (dishabituation) bila diukur pada 6 bulan pertama masa bayi, berkaitan dengan tingginya kecerdasan pada tahun-tahun prasekolah.
4.      Perkembangan Metakognitif
Menurut Margaret W. Martlin (1994), metakognitif adalah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognisi atau kesadaran kita tentang pemikiran. Metakognisi merupakan suatu proses menggugah rasa ingin tahu karena kita menggunakan proses kognitif kita untuk merenungkan proses kognitif kita sendiri.pada umumnya teori-teori tentang kemampuan metakognitif mendapat inspirasi dari penelitian J.H. Flavel mengenai pengetahuan metakognitif dan penelitian A.L. Brown mengenai metakognitif atau pengontrolan pengaturan diri (self-regulatory) selama pemecahan masalah.
Penelitian Flavel tentang metakognitif lebih difokuskan pada anak-anak. Sejumlah penelitian lain lebih tertarik untuk mempelajari kemampuan metakognitif anak-anak, apakah anak-anak yang masih kecil telah mampu memahami pikiran-pikiran mereka sendiri dan pikiran-pikiran orang lain. Wellman dan Gelman (1997) juga menunjukkan bahwa pemahaman anak tentang pikiran manusia tumbuh secara ekstensif sejak tahun-tahun pertama kehidupannya. Kemudian pada usia 3 tahun anak menunjukkan suatu pemahaman bahwa kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan internal dari seseorang berkaitan dengan tindakan-tindakan orang tersebut.
5.      Perkembangan Bahasa
Dalam pembahasan tentang perkembangan kognitif diatas telah disinggung bahwa dalam fase prakonseptual, seiring dengan kemunculan pemikiran simbolis, anak-anak mengalami perkembangan bahasa yang pesat. Di samping itu, pada masa ini penguasaan kosa kata anak juga meningkat pesat.
Penilitian Mar’at (1982) di kota Bandung terhadap 30 anak balita mengenai perkembangan bahasa menunjukkan bahwa anak-anak juga mengikuti tingkat perkembangan bahasa sebagaimana yang disebutkan oleh schaerlaekens tersebut, yakni pada periode pra-lingual anak-anak ini sudah dapat membuat kalimat satu-kata, Dan pada periode lingual-awal menjadi dua-kata. Pada periode diferensiasi terbentuk kalimat tiga-kata. Dengan perkembangan bahasa demikian, anak-anak pada masa prasekolah sebenarnya sudah mampu membaca. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Reni Akbar Hawani (2001), ternyata bahwa 46,67% anak mampu membaca pada usia 5 tahun, 34,44% pada usia 6 tahun, dan hanmya 4,49% pada usia 7 tahun.
Pada mulanya bahasa anak-anak bersifat egosentris, yaitu bentuk bahasa yang lebih menonjolkan diri sendiri, berkisar pada minat, keluarga, dan miliknya sendir. Menjelang akhir masa anak-anak awal, percakapan anak-anak berangsur-angsur berkembang menjadi bahasa sosial.
6.      Perkembangan Psikososial
Di samping perkembangan fisik dan kognitif sebagaimana telah dibicarakan diatas, masa perkembangan anak-anak juga ditandai dengan perkembangan psikososial yang cukup pesat. Dalam uraian berikut akan dibahas beberapa aspek penting perkembangan psikososial yang terjadi pada masa awal anak-anak, yaitu:
a.       Perkembangan Permainan
Permainan adalah salah satu bentuk aktivitas sosial yang dominan pada awal masa anak-anak. Sebab, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktunya diluar rumah bermain dengan teman-temannya dibanding terlibat dalam aktivitas lain. Hetherington & Parke mendefinisikan permainan sebagai suatu bentuk aktivitas yang menyenangkan yang dilakukan semata-mata untuk aktivitas itu sendiri, bukan karena ingin memperoleh sesuatu yang dihasilkan dari aktivitas tersebut
b.      Fungsi Permainan
Permainan mempunyai arti yang sangat penting bagi perkembangan kehidupan anak-anak. Hetherington & Parke menyebutkan tiga fungsi utama dari permainan, yaitu:
v  Fungsi Kognitif Permainan membantu perkembangan kognitif anak. Melalui permainan, anak-anak menjelajahi lingkungannya, mempelajari objek-objek disekitarnya, dan belajar memecahkan masalah yang dihadapinya. Piaget (1962) percaya bahwa struktur-struktur kognitif anak perlu dilatih, dan permainan merupakan setting yang sempurna bagi latihan ini.
v  Fungsi Sosial Permainan dapat meningkatkan perkembangan sosial anak. Khususnya dalam permainan fantasi dengan memerankan suatu peran, anak belajar memahami orang lain dan peran-peran yang akan ia mainkan dikemudian hari setelah tumbuh menjadi orang dewasa.,
v  Fungsi Emosi Permainan memungkinkan anak untuk memecahkan sebagian dari masalah emosionalnya, belajar mengatasi kegelisahannya dan konflik batin.

c.       Jenis-jenis Permainan
Studi klasik terhadap aktivitas permainan anak-anak prasekolah dilakukan oleh Mildred Parten untuk keperluan penulisan disertai doktoralnya di Universitas Minnesota. Berdasarkan observasinya terhadap anak-anak usia 2 tahun ingga 5 tahun, Parten menemukan 6 kategori permainan anak-anak yaitu:
1.      Permainan Unnocupied. Anak mempertahankan dan melihat segala sesuatu yang menarik perhatiannya dan melakukan gerakan-gerakan bebas dalam bentuk tingkah laku yang tidak terkontrol.
2.      Permainan Solitary. Anak dalam sebuah kelompok asyik bermain sendiri-sendiri dengan bermacam-macam alat  permainan, sehingga tidak terjadi kontak antara satu sama lain dan tidak peduli terhadap apapun yang sedang terjadi.
3.      Permainan Onlooker. Anak melihat dan memperhatikan anak-anak lain bermain. Anak ikut bicara dengan anak-anak lain itu dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, tetapi ia tidak ikut terlibat dalam aktivitas permainan tersebut.
4.      Permainan Parallel. Anak-anak bermain dengan alat-alat permainan yang sama, tetapi tidak kontak antara satu dengan yang lain atau tukar menukar alat permainan.
5.      Permainan Assosiative. Anak bermain bersama-sama saling pinjam alat permainan, tetapi permainan itu tidak mengarah pada satu tujuan, tidak ada pembagian peranan dan pembagian alat-alat permainan.
6.      Permainan Cooperative. Anak-anak bermain dalam kelompok yang terorganisir, dengan kegiatan-kegiatan konstruktif dan membuat sesuatu yang nyata, di mana setiap anak mempunyai peranan sendiri-sendiri.
Sementara itu, para pakar teori kognitif mengidentifikasikan 4 macam permainan yang berkembang sejalan dengan tahap-tahap perkembangan kognitif, yaitu:
1.      Permainan fungsional (functional play). Permainan fungsional terjadi selama periode sensorimotorik, yang ditunjukkan dengan gerakan yang diulang-ulang, seperti gerakan-gerakan tangan dan kaki pada bayi, dan terfokus pada badan tersendiri.
2.      Permainan konstruktif (constructive play). Permainan konstruktif adalah suatu bentuk permainan dengan menggunakan objek-objek fisik untuk membangun atau membuat sesuatu
3.      Permainan dramatik (dramatic play). Permainan dramatik adalah suatu bentuk permainan yang dilakukan secara berpura-pura, yang dimulai ketika anak dapat mensimbolisasi atau menghadirkan objek-objek secara mental. Permainan ini juga bisa disebut sebagai permainan symbol.
4.      Permainan dengan aturan (games with play). Permainan dengan aturan adalah permainan yang melibatkan aturan-aturan tertentu dan seringkali berkompetisi dengan satu atau lebih orang.
d.      Perkembangan Hubungan Dengan Orang Tua
Selama tahun-tahun prasekolah, hubungan dengan orang tua atau pengasuhnya merupakan dasar bagi perkembangan emosional dan sosial anak. Sejumlah ahli percayabahwa kasih sayang orang tua atau pengasuh selama beberapa tahun pertama kehidupan merupakan kunci utama perkembangan sosial anak. Diana baumrind dalam studi klasiknya tentang hubungan orang tua dan anak merekomendasikan tiga tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam tingkah laku sosial anak, yaitu: otoritatif, otoriter, dan permisif.
Pengasuh otoritatif (authoritatif parenting) adalah salah satu gaya pengasuhan yang memperlihatkan pengawasan ekstra ketat terhadap tingkah laku anak. Tetapi mereka juga bersikap responsif, menghargai dan menghormati pemikiran, perasaan, serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan . anak-anak prasekolah dari orang tua yang otoritatif cenderung lebih percaya pada diri sendiri, pengawasan diri sendiri, dan mampu bergaul baik dengan teman-teman sebayanya.
Pengawasan otoriter (authoritarian parenting) adalah suatu gaya pengawasan yang membatasi dan menuntut anak untuk menuruti perintah-perintah orang tua.orang tua yang otoriter menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberikan peluang yang besar bagi anak-anak untuk mengemukakan pendapat. Orang tua otoriter juga cenderung bersikap sewenang-wenang dan tidak demokratis dalam membuat keputusan. Anak dari orang tua yang otoriter cenderung bersikap curiga pada orang lain dan merasa tidak bahagia dengan dirinya sendiri.
Pengasuhan permisif (permissive parenting) gaya pengasuhan permisif dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu: pertama, pengasuhan permissive-indulgent yaitu suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak, tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali atas mereka. Kedua, pengasuhan permissive-indifferent, yaitu suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang permissive-indifferent cenderung kurang percaya diri, pengendalian diri yang buruk, dan rasa harga diri yang rendah.
e.       Perkembangan Hubungan dengan Teman Sebaya
Perkembangan psokososial dan kepribadian sejak usia prasekolah hingga akhir masa sekolah ditandai oleh semakin meluasnya pergaulan sosial, terutama dengan teman sebaya. Teman sebaya sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaan sosial atau kesamaan ciri-ciri. Akan tetapi, belakangan definisi teman sebaya lebih ditekankan pada kesamaan tingkah laku atau psikologis.
Sejumlah penelitian telah merekomendasikan hubungan teman sosial dengan teman sebaya memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi anak. fungsi teman sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Anak-anak mengevaluasi apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama atau lebih jelek dari yang dilakukan oleh anak-anak lain. Mereka menggunakan orang lain sebagai tolok ukur untuk membandingkan dengan dirinya.
Dalam beberapa investigasi yang dilakukan oleh para ahli perkembangan menunjukkan bahwa relasi yang baik antarteman sebaya memiliki peran penting dalam perkembangan sosial yang normal. Isolasi sosial atau ketidakmampuan untuk melebur kedalam suatu jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak masalah dan kelainan yang beragam, mulai Dari kenakalan dan masalah minuman keras hingga depresi. Sebaliknya , relasi yang harmonis antara teman-teman sebaya pada masa remaja diasosiasikan dengan kesehatan mental yang positif pada usia tengah baya (Santrock, 1995).
f.       Perkembangan Gender
Gender merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi perkembangan sosial pada masa awal anak-anak. Kebanyakan anak mengalami sekurang-kurangnya tiga tahap perkembangan gender. Pertama, anak mengembangkan kepercayaan tentang identitas gender, yaitu rasa laki-laki atua perempuan. Kedua, anak mengembangkan keistimewaan gender, sikap tentang jenis kelamin mana yang mereka kehendaki. Ketiga, mereka memperoleh ketetapan gender, suatu kepercayaan bahwa jenis kelamin seseorang ditentukan secara biologis, permanen, dan tak berubah-ubah.
Ketiga aspek tersebut berperan terhadap pengetahuan umum anak tentang peran gender yang diharapkan masyarakat. Pengetahuan ini sering disebut sebagai peran jenis kelamin atau steorotip gender. Steorotip peran gender merujuk pada karakteristik psikologis atau perilaku yang secara tipikal diasosiasikan dengan laki-laki atau perempuan (Matsumoto, 2000)
g.      Tren Perkembangan Gender Selama Masa Awal Anak-anak
Pada umumnya anak usia 2 tahun sudah dapat menerapkan label laki-laki atau perempuan secara tepat atas dirinya sendiri dan orang lain. Meskipun demikian, pada usia ini anak belum memahami ketetapan gender (gender constancy). Ketika konsep tentang ketetapan konsep terbentuk dengan jelas, anak-anak akan termotivasi untuk menjadi seorang laki-laki atau perempuan yang sejati. Karena itu, ia akan meniru model-model perilaku dari jenis kelamin yang sama. Berikut ini akan dijelaskan dua tren penting dari perkembangan gender pada masa awal anak-anak, yaitu:
1.      Permainan dan Aktivitas
Perkembangan gender pada masa awal anak-anak dapat dilihat dari permainan dan aktivitas yang dilakukan. Anak-anak usia antara 2 dan 3 tahun, telah mempelajari steorotip gender konvensional yang dihubungkan dengan berbagai aktivitas dan objek-objek umum (Ruble & Ruble, 1980). Mereka menghubungkan gender dengan mainan. Pada saat yang sama, mereka belajar mengasosiasikan jenis pakaian, peralatan-peralatan umum, dan permainan-permainan umum.
Pada awal usia sekolah, mereka mulai menghubungkan keluarga dan pekerjaan tertentu dengan gender, sekalipun keluarga mereka tidak memperlihatkan pembagian tersebut. Di dalam berbagai situasi, anak-anak yang muda belia memperkuat stereotip gender dengan memilih mainan dan aktivitas yang dihubungkan dengan jeniskelamin mereka  (Maccoby & Jacklin, 1974).
2.      Kualitas Personal
Berbeda dengan permainan dan aktivitas, anak-anak prasekolah mengembangkan steorotip gender tentang kualitas pribadi relative lebih lambat. Baru pada usia kira-kira 5 tahun anak mulai mengetahui gender mana yang dianggap menjadi agresif, keras, dan kuat serta dan gender mana yang dianggap lembut, tenang dan lemah.
Belakangan ini, diusulkan teori gender skema (gender schema theory) untuk menjelaskan perkembangan pemahaman anak mengenai gender. Skema adalah suatu struktur kognitif, yakni suatu jaringan asosiasi yang mengorganisir dan memandu persepsi-persepsi individu. Skema gender adalah mengorganisir dunia  dalam sudut pandang perempuan dan laki-laki. Teori skema gender adalah pernyataan bahwa perhatian dan perilaku individu dipandu oleh motivasi internal untuk menyesuaikan diri dengan standar-standar dan stereotip-stereotip sosial budaya yang berbasis gender (Santrock, 1995).
Dengan demikiandapat dipahami bahwa teori skema gender merupakan suatu bentuk kepercayaan dan stereotip tentang gender yang digunakan untuk mengorganisir informasi tentang karakteristik, pengalaman, dan harapan dari hubungan gender.
Pemikiran skema gender seorang anak berkembang melalui serangkaian tahap. Pertama, seorang anak mempelajari suatu hal yang secara langsung dihubungkan dengan masing-masing jenis kelamin,  seperti, “anak laki-laki bermain dengan mobil-mobilan”. Kedua, sekitar usia 4 hingga 6 tahun, anak mulai mengembangkan asosiasi yang lebih kompleks dan tidak langsung terhadap informasi yang relefan atas jenis kelaminnya sendiri, tetapi tidak untuk lawan jenis. Ketiga, pada usia kira-kira 8 tahun anak juga mempelajari asosiasi yang relevan terhadap lawan jenis dan telah menguasai konsep gender kewanitaan dan kelaki-lakian.
Perkembangan Moral
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santrock, 1995). Anak-anak ketika lahir tidak memiliki moral. Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain, anak belajar memahami tentang perilaku mana yangt baik, dan mana yang buruk.
Teori Psikoanalisa tentang Perkembangan moral
Dalam menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia menjadi tiga, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadiaan yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu subsistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek sosial yang berisikan sistem nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan “benar” atau “salahnya” sesuatu.
Menurut teori psikoanalisa klasik Freud, semua orang mengalami konflik Oedipus. Konflik ini akan menghasilkan pembentukan struktur kepribadian yang dinamakan Freud sebagai superego.






DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment