Tuesday 17 December 2013

Pembelajaran Al Qur'an

SEJARAH AL-QURAN DI MASA ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2013

 


PENDAHULUAN
Jika ditelusuri sejarah Al-Quran, mulai dari diterimanya oleh nabi Muhammad saw sampai kepada pertumbuhan dan perkembangan berikutnya, maka terdapat tiga tahap pembukuan Al Quran, yaitu  pada masa Rasulullah, Abu Bakar Ash- Sidhiq, dan Utsman bin Affan. Ketiga tahap pembukuan mempunyai ciri, karakter, tujuan, serta latar belakang yang berbeda.
Pada masa Rasulullah, Al-Quran setiap kali diturunkan ditulis dan dihafal oleh para sahabat. Tidak ada ayat Al-Quran yang berlalu begitu saja kecuali semuanya mereka hafal dan mereka tulis. Penulisan Al-Quran pada masa ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu yang ditunjuk nabi sebagai sekretaris wahyu dimana naskah yang ditulis itu khusus untuk nabi. Tetapi masing-masing sahabat yang pandai menulis juga menulis Al-Quran untuk pribadinya, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Mas’ud dan Ali bin Abi Tholib.
Penulisan Al-Quran pada masa nabi masih tersebar dalam lembaran-lembaran, seperti tulang-tulang, pelepah kurma, dan lain sebagainya, ia belum tersusun secara sempuran dan berurutan. Sebab, penurunanya masih berlangsung sehingga sulit dilakukan penulisan secara sempurna dan berurutan. Namun, tidak ada ayatnya yang tidak ditulis pada masa Rasul. As- Sayuti mengatakan, “Seluruh ayat Al-Quran telah ditulis dimasa Rasul, tetapi belum terhimpun pada suatu tempat dan surah-surahnya belum tersusun.
Pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq dilakukan kodifikasi terhadap naskah Al- Quran yang telah ditulis pada masa nabi itu. Karakter kodifikasi Al-Quran pada masa ini ditangani dengan penyusunan Al-Quran dalam naskah secara rapi dan berurutan, dimana suatu surah dapat dibaca secara sempurna dalam suatu naskah karena ia tidak tersebar dalam lembaran-lembaran yang berbeda. Kodifikasi Al-Quran pada masa Abu Bakar ini dilatarbelakangi oleh kehawatiran Umar bin Al- Khattab atas kemusnahan Al-Quran, karena begitu banyak para penghafal Al-Quran dari kalangan sahabat yang tewas dalam peperangan melawan orang-orang murtad. Maka Umar mengusulkan kepada Abu Bakar agar melakukan kodifikasi terhadap Al Quran.

PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Sejarah Pengumpulan
Telah kita kemukakan bahwa Al-Quran telah ditulis semuanya pada masa Rasulullah saw, akan tetapi belum dikumpulkan pada satu tempat dan belum pula ditertibkan surah-surahnya. Zaid bin Tsabit mengatakan : “Rasulullah wafat, sedang Al-Quran dikala itu belum dikumpulkan pada satu tempat”.
            Abu Bakar menjalankan urusan Islam sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar bekenaan dengan kemurtadan sebagian orang arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkanya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan yamamah yang terjadi pada tahun 12 hijriyah melibatkan sejumlah besar sahabat yang menghafal Qur’an gugur. Dalam peperangan ini tujuh puluh qari (penghafal quran) dari para sahabat gugur. Umar bin Khattab merasa sangat khawatir melihat kenyatan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur’an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan yamamah telah banyak membunuh para qari.
            Dari segi lain Umar merasa khawatir juga kalau peperangan di tempat-tempat lain akan membunuh banyak qari pula sehingga Qur’an akan hilang dan musnah. Abu Bakar menolak usulan ini dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan Rasulullah. Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut. Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit, mengingat kedudukanya dalam qiraat, penulisan, pemahaman dan kecerdasannya serta kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Qur’an itu.[1]
            Dialog antara Abu Bakar dengan Zaid bin Tsabit:
Abu Bakar : “Engkau adalah seorang pemuda yang cerdas yang amat terpercaya, dan engkau adalah seorang penulis wahyu yang selalu disuruh oleh Rasulullah saw. Oleh karena itu, maka kumpulkanlah al-Quran yang masih berserakan itu kedalam satu mushhaf.”
Zaid bin Tsabit : “Demi Allah, ini perbuatan yang sangat baik, seraya mengemukakan alasan-alasan, sebagaimana yang disampaikan oleh Umar bin Khattab, ketika ia menyampaikan gagasanya terhadap diri Abu Bakar. Akhirnya terbukalah hati Zaid untuk menerima apa yang diperintahkan oleh Abu Bakar, selaku khalifah dan sekaligus sahabatnya.”

B.     Inisiatif Zaid Bin Tsabit dalam Pengumpulan Al-Quran
Sebab-sebab dipilihnya Zaid dalam tugas pengumpulan Al-Quran, terdapat beberapa alasan, antara lain:
1.      Zaid termasuk penghafal Al-Quran
2.      Zaid menyaksikan pertemuan terakhir terhadap Al-Quran. Sebagaimana diriwayatkan oleh Al Baghawi dari Abu Abdirrahman as-Sulami: “Zaid membaca Al-Quran dua kali dihadapan Rasulullah pada tahun wafatntya Rasul” sampai dikatakan Zaid bahwa “ia menyesuaikan pertemuannya yang terakhir”. Sedangkan Zaid membacakan kepada orang-orang sampai ia wafat. Oleh karena itulah Abu Bakar mempunyai inisiatif untuk mengumpulkannya.
3.      Zaid termasuk penulis wahyu untuk Rasulullah.
4.      Zaid adalah orang yang cerdas, wara’ berakhlaq mulia, teguh pada agama, menjunjung tinggi amanat.
Sebagai buktinya adalah perkataan Abu Bakar ra tentang Zaid:
“Sesungguhnya engkau orang yang cerdas. Kami tidak meragukanmu engkau pernah menulis wahyu Rasul saw.”
Dan juga perkataan ia sendiri: “Demi Allah seandainya engkau membebaniku dengan memindahkan gunung, tidaklah lebih berat daripada permintaanmu agar aku mengumpulkan Al Quran.”[2]
                  Tatkala Abu Bakar menyuruh Zaid untuk mengumpulkan Al-Quran, para sahabat langsung menyerahkan tulisan mereka kepada Zaid dan mengkokohkannya dengan saksi-saksi yang adil. Dalam menjalankan tugasnya yang teramat berat tapi mulia ini, Zaid bin Tsabit bertindak sangat hati-hati, sungguh pun sebenarnya ia sendiri sudah hafal Al-Quran dan sebagai juru tulis wahyu yang paling berperan dan utama pada masa Rasulullah. Dalam menunaikan tugas sucinya itu, Zaid bin Tsabit tetap berpegang pada dua hal,yaitu:
1.      Ayat-ayat Al-Quran yang benar-benar ditulis oleh para sahabat, bersama-sama dengannya dihadapan Rasulullah saw yang tersimpan di rumah beliau.
2.      Ayat-ayat Al-Quran yang dihafal oleh para sahabat penghafal Al-Quran yang masih hidup pada masa itu.
Selaku ketua dewan dalam menunaikan tugas yang teramat mulai itu, Zaid bin Tsabit dibantu oleh beberapa anggota dewan yang kesemuanya menghafal Al -Quran. Selain Zaid bin Tsabit mereka adalah, Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Afan, Umar bin Khaththab.[3]
Dalam usaha menyelesaikan kerja besar itu, kelompok penulis wahyu tersebut secara berkala mengadakan pertemuan-pertemuan, terutama bila menghadapi kendala dan penulisannya. Keseriusan dan kesungguhan Zaid bin Tsabit dalam menjalankan tugas tersebut terlihat jelas, ketika ia mengetahui ada satu ayat yang luput ditulis, yang belum ditemukan kepastian bunyinya, sehingga terus dilacaknya, sampai akhirnya menurut pengakuan Zaid, ia mengatakan:”Saya menemukan akhir surat At- taubah pada Abu Khuzaimah al-Ansory yang tidak aku dapatkan pada orang lain.” akhir surat itu adalah:
لَقَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُولٞ مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ عَزِيزٌ عَلَيۡهِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِيصٌ عَلَيۡكُم بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَءُوفٞ رَّحِيمٞ ١٢٨فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَقُلۡ حَسۡبِيَ ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۖ عَلَيۡهِ تَوَكَّلۡتُۖ وَهُوَ رَبُّ ٱلۡعَرۡشِ ٱلۡعَظِيمِ ١٢٩
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ´Arsy yang agung.” (QS Ataubah 128-129)
                        Yang dimaksud dengan pernyataan Zaid adalah bentuk pengakuan mengenai ditemukanya akhir surat al taubah hanya di Abu Khuzaimah sebagaimana dikemukakan diatas adalah: “Bahwa ia tidak menemukan akhir surat al taubah itu dalam bentuk tulis kecuali pada Abu Khuzaimah.” Pernyataan dengan kalimat demikian itu cukup dapat diterima, karena banyak diantara sahabat nabi yang menghafal ayat itu, bahkan Zaid sendiri menghafalnya. Dengan pernyataan itu Zaid hanya hendak memperlihatkan sikapnya yang amat hati-hati dan sekaligus menunjukan bahwa Al-Quran yang dihafal para sahabat didalam dada mereka diperkuat kebenarannya oleh naskah-naskah tertulis.[4]
Dan setelah kami tulis di buku-buku, telah hilanglah sebuah ayat dari surat al-Ahzab, yang aku sering mendengarnya Rasulullah membacanya. Tidaklah aku mendapatkannya dari seorang pun kecuali dari Khuzaimah al-Anshari yang Rasulullah menjadikan kesaksiannya sama dengan kesaksian dua orang. Ayat tersebut adalah :
z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ×A%y`Í (#qè%y|¹ $tB (#rßyg»tã ©!$# Ïmøn=tã ( Nßg÷YÏJsù `¨B 4Ó|Ós% ¼çmt6øtwU Nåk÷]ÏBur `¨B ãÏàtF^tƒ ( $tBur (#qä9£t/ WxƒÏö7s? ÇËÌÈ  
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).(QS.Al-Ahzab:23)[5]
Kemudian kami susulkan ayat itu kedalam suratnya. Akhirnya, tulisan Al-Quran itu dibawa oleh Abu Bakar sampai wafatnya, kemudian Umar sampai wafatnya dan terakhir dibawa oleh Hafshah binti Umar. Inilah cerita dari Zaid Bin Tsabit sebagimana diriwayatkan oleh al-Bukhari, ini juga sebagai bentuk ketelitiannya dalam mengemban tugasnya tersebut.
Abu Bakar dalam pengarahannya kepada Zaid dan Umar bin Khattab pernah mengatakan:”Duduklah kalian berdua dipintu masjid (Nabawi). Setiap orang yang datang kepada kalian membawa dua saksi mengenai sesuatu dari kitab Allah maka hendaklah kalian tulis”. Menurut ibnu Hajar, pernyataan Abu Bakar mengenai dua saksi dimaksud adalah mengandung pengertian hafalan dan tulisan. Sedang jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dua orang saksi dalam pernyataan Abu Bakar itu adalah bahwa kesaksian tertulis tersebut harus dibawa dua orang yang adil (orang jujur dan shalih). Disamping itu, juga harus ada dua orang saksi lainya yang adil dari kalangan penghafal Al-Quran itu sendiri. Oleh karena itu, masing –masing jenis kesaksian itu tidak cukup kalau hanya diberikan oleh satu orang. Pendapat ini dilandasi oleh pernyataan Umar yang mengatakan:”Siapa saja yang pernah menerima sesuatu mengenai Al-Quran dari Rasul hendaknya ia membawanya”. Dan Umar sendiri tidak mau menerima satu ayat pun dari seorang tanpa terlebih dahulu dibuktikan kebenarannya oleh dua orang saksi.
Oleh karena itu, ucapan Zaid yang telah dikemukakan di atas sama sekali tidak memastikan bahwa akhir surat itu hanya diketahui oleh satu orang saja, sebab Zaid sendiri juga sudah mendengar dan menghafalnya. Dengan demikain dapat dipahami, bahwa penelusurannya terhadap ayat-ayat Al-Quran dikalangan para sahabat nabi terkemuka semata-mata untuk mencocokan catatan yang sudah ada, bukan untuk memperoleh pengetahuan tentang ayat itu.
Tugas pengumpulan Al Quran yang dilakukan oleh Zaid tersebut dapat diselesaikan dengan sangat baik dalam waktu kurang lebih satu tahun, yakni sesuai terjadinya perang yamamah sampai dengan sebelum wafatnya Abu Bakar. Dengan demikian, tercatat dalam sejarah, bahwa Abu Bakar adalah orang yang pertama-tama melakukan perhimpunan ayat-ayat Al-Quran dalam satu mushaf. Sedangkan Umar adalah sebagai orang yang pertama kali mencetuskan ide untuk menghimpun Al-Quran, serta Zaid terkenal sebagai orang yang pertama kali melakukan penulisan dan penghimpunan Al-Quran dalam satu mushaf.[6]
Kita sudah mengetahui bahwa Qur’an sudah tercatat sebelum masa itu, yaitu ketika masa nabi, tetapi masih berserakan pada kulit-kulit, tulang dan pelepah kurma. Kemudian Abu Bakar memerintahkan agar catatan-catatan tersebut dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surah yang tersusun serta dituliskan dengan sangat berhati-hati dan mencakup tujuh huruf yang dengan itu Al-Quran diturunkan. Dengan demikian, Abu Bakar orang pertama yang mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf dengan cara seperti ini, disamping terdapat juga mushaf-mushaf pribadi pada sebagian sahabat, seperti mushaf ali, mushaf ubai, dan mushaf ibn mas’ud. Tetapi mushaf itu tidak ditulis dengan cara seperti diatas dan tidak pula dikerjakan dengan penuh ketelitian dan kecermatan, juga tidak dihimpun secara tertib yang hanya memuat ayat-ayat yang bacaanya tidak dimansukh dan secara ijma sebagaimana mushaf abu bakar. Keistimewaan-keistimewaan seperti ini hanya ada pada himpunan Qur’an yang dikerjakan oleh Abu Bakar. Para ulama berpendapat bahwa penamaan Qur’an dengan mushaf itu baru muncul sejak saat itu, di saat Abu Bakar mengumpulkan Al-Quran. Ali berkata:”Orang yang paling besar pahalanya dalam hal mushaf ialah Abu Bakar. Semoga Allah melimpahkan rahmatnya kepada Abu Bakar. Dialah orang yang pertama yang mengumpulkan kitab Allah”.[7]
C.    Metode Zaid bin Tsabit  dalam Pengumpulan
Sudah dimaklumi bahwa Zaid hafal seluruh Al-Quran, serta Al-Quran ditulis olehnya. Dengan demikian tidak bergantung pada hafalan maupun tulisanya, karena kerja beliau bukan sekedar mengumpulkan, namun melalui penguatan dan pengokohan pada apa yang ditulis .sehubungan dengan ini Zarkasyi menyatakan tentang Zaid, beliau mencari dan membahasnya untuk orang-orang, untuk minta kejelasan, bukan untuk mendiskusikan ilmu.Dr. Muhamad Husein Haikal mengatakan,”Kita tidak ragu untuk mengatakan bahwa Zaid mengumpulkan Al-Quran dengan metode penelitian ilmiah yang kita kenal sekarang. Zaid benar-benar mengumpulkan metode ini dengan cermat”.
Metode  zaid dalam pengumpulan pada masa Abu Bakar, terdiri dari empat prinsip:
1.      Apa yang ditulis dihadapan Rasul.
2.      Apa yang dihafalkan oleh para sahabat.
3.      Tidak menerima sesuatu dari yang ditulis sebelum disaksikan oleh dua orang saksi, bahwa ia pernah ditulis dihadapan Rasul. Ibnu Hajar Asqalani berkata:
“Tujuan mereka adalah jangan menulis kecuali jelas bahwa ia ditulis dihadapan Rasul,tidak mengandalkan hafalan berkala”.
4.      Hendaknya tidak menerima dari hafalan para sahabat kecuali apa yang telah mereka terima dari Rasul. Sebenarnya, Umar sering memperingatkan,”Barangsiapa yang pernah menerima sesuatu Al-Quran dari Rasul hendaklah menyampaikannya pada kami.”[8]

D.    Keistimewaan Pengumpulan Al-quran pada Masa Abu Bakar
Keistimewaan pengumpulan Al-Quran pada periode Abu Bakar antara lain:
1.      Pengumpulan pada masa ini dilakukan atas cara-cara pembahasan dan penelitian terdalam dan kokoh terhadap cara-cara yang telah kami tunjukan pada metode pengumpulan.
2.      Naskih (penghapusan) terhadap bacaan ayat-ayat tertentu dihilangkan.
3.      Dialek Arab yang digunakan dalam pengumpulan ini berjumlah 7 dialek, sebagaimana yang juga ditulis pada kulit daun atau kulit onta pada masa Rasul.
4.      Urutan ayat-ayat Al-Quran dalam pengumpulan ini telah disepakati, sementara mengenai surat-suratnya terdapat perbedaan-perbedaan di kalangan ulama.
5.      Para ulama sepakat, bahwa Al-Quran ditulis satu naskah dalam pengumpulan ini dan disimpan oleh Abu Bakar, karena kedua-duanya sebagai pemimpin kaum muslimin.
6.      Suksesnya pengumpulan pada masa ini berkat adanya kesepakatan umat dan kemutawatiranya.

E.     Status Pengumpulan
Pengumpulan pada masa Khalifah Abu Bakar berhasil dengan kesepakatan para sahabat terhadap kesahihan dan penelitiannya, serta mereka sepakat atas tidak adanya tambahan dan pengurangan. Mereka menerimanya dengan cara sungguh-sungguh dan berperan aktif terhadap apa yang memang dibutuhkan, sampai Ali ra berkata:
“Orang yang pling besar pahalanya dalam hal mushaf adalah Abu Bakar, karena beliaulah yang pertama pengumpulan apa yang ada diantara dua tulisan.”[9]



PENUTUP
Pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq dilakukan kodifikasi terhadap naskah Al- Quran yang telah ditulis pada masa nabi. Karakter kodifikasi Al-Quran pada masa ini ditangani dengan penyusunan Al-Quran dalam naskah secara rapi dan berurutan, dimana suatu surah dapat dibaca secara sempurna dalam suatu naskah karena ia tidak tersebar dalam lembaran-lembaran yang berbeda. Tugas pengumpulan Al Quran ini dilakukan oleh Dewan Zaid dan dapat diselesaikan dengan sangat baik dalam waktu kurang lebih satu tahun, yakni sesuai terjadinya perang yamamah sampai dengan sebelum wafatnya Abu Bakar.
Pengumpulan pada masa Khalifah Abu Bakar juga berhasil dengan kesepakatan para sahabat terhadap kesahihan dan penelitiannya, serta mereka sepakat atas tidak adanya tambahan dan pengurangan. Mereka menerimanya dengan cara sungguh-sungguh dan berperan aktif terhadap apa yang memang dibutuhkan.
Dengan demikian, tercatat dalam sejarah, bahwa Abu Bakar adalah orang yang pertama-tama melakukan perhimpunan ayat-ayat Al-Quran dalam satu mushaf. Sedangkan Umar adalah sebagai orang yang pertama kali mencetuskan ide untuk menghimpun Al-Quran,






DAFTAR PUSTAKA
Syahin, Abdul Shabur, 2005.”Saat Al Quran Butuh Pembalasan”, Jakarta: Penerbit Erlangga
Haikal,Muhammad Husain, 2007.”Biografi Abu Bakar As-Shiddiq”,Jakarta:Qisthi Press
Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, 1996.”Ulumul Qu’ran”, Yogjakarta:Titihan Ilahi
Mudzakir, 2010.”Studi Ilmu-Ilmu Qur’an”,Bogor:Litera Antar Nusa
Usman, 2009.”Ulumul Quran”. Yogjakarta:Teras

 



[1] Drs. Mudzakir AS,”Studi ilmu-ilmu qur’an”,Bogor,Litera antar nusa: 2010, hlm: 188-189
[2]Dr.Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi,”Ulumul Qur’an”, Yogjakarta, Titihan Ilahi: 1996, hlm 115
[3] Dr. Usman, M.Ag,”Ulumul quran”, Yogjakarta, Teras :2009, hlm 70
[4] Ibid 71
[5] Dr.muhammad Husain Haikal,biografi Abu Bakar As-shiddiq,Jakarta:Qisthi press,2007,hlm 366
[6] Ibid 73
[7] Ibid hlm 191-192
[8] Ibid hlm 193
[9] Ibid hlm 73

No comments:

Post a Comment