BAB I
PENDAHULUAN
Didorong oleh munculnya statistik pendidikan dalam penganalisisan
data dan informasi, maka akhirnya tes ini digunakan dalam berbagai bidang
seperti tes kemampuan dasar, tes kelelahan perhatian, tes ingatan, tes minat,
tes sikap, dan sebagainya. Yang terkenal penggunaan di sekolah hanyalah tes
prestasi belajar.
Seorang ahli yang bernama James Ms.Cattel, pada tahun 1890 telah
memeperkenalkan pengertian tes sebagai menyisihkan masalah atau mengetahui
keadaan. yaitu kapada masyarakat melalui
bukunya yang berjudul mental test and measurement.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Istilah tes diambil dari kata testum.suatu pengertian dalam bahasa
perancis kuno yang berarti piiring untuk menyisihkan logam –logam mulia. Ada
pula yang mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah.
Seorang ahli yang bernama James Ms.Cattel, pada tahun 1890 telah
memeperkenalkan pengertian tes ini kapada masyarakat melalui bukunya yang
berjudul mental test and measurement. Banyak ahli yang mulai mengembangkan tes
ini untuk berbagai bidang, namun yang terkenal adlah sebuah tes intelegensiyang
disusun oleh seorang perancis bernama Binet, yang kemudian dibantu penyempurnaanya
oleh Simon, sehingga tes tersebut
dikenal sebagai tes binet simon (1904). Sebagai perkembangannya, Yerkes di Amerika serikat menyusun tes kelompok (group
test). Yang digunakan untuk menyeleksi calon militer sebanyak-banyaknya dalam
waktu yang singkat karena diperlukan
pada waktu perang Dunia I. Tes ini dikenal dengan nam Army Alpha dan Army Betha.
Sebelum sampai pada
uraian yang lebih jauh maka akan diterangkan dahulu arti dari beberapa istilah
yang berhubungan dengan tes ini:
1.
Tes
Adalah
merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur
sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan yang sudah ditentukan. Unntuk mengerjakan
tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan misal, melingkari salah satu
huruf didepan pilihan jawaban, menerangkan, mencari jawaban yang salah,
melakukan tugas atau suruhan.
2.
Testing
Merupakan saat
pada waktu tes itu dilaksanakan. Dapat juga dikatakan testing adalah saat
pengambilan tes.
3.
Testee
Adalah
responden yang sedang mengerjakan tes. Orang inilah yang akan dinilai atau
diukur, baik mengenai kemampuan ,minat, bakat,pencapaian dan sebagainya.
4.
Tester
Adalah orang
yang diserahi untuk melaksanakan pengambila tes terhadap para responden.dengan kata
lain tester adalah subyek evaluasi. Tugas tester antara lain:
a.
Mempersiapkan
ruangan dan perlengkapan yang diperlkan.
b.
Membagikan
lembaran tes dan alat lan untuk mengerjakan.
c.
Menerangkan
cara mengerjakan tes.
d.
Mengawasiresponden
mengerjakan tes.
e.
Memberikan
tanda-tanda waktu.
2.
Persyaratan
test
Pada bagian permulaan buku ini telah disinggung bahwa mengukur
panjang sisi meja dengan menggunakan karet ember yang diulur, sama halnya tidak
mengukur. Apabila situasi ini kita pindahkan kepada pelaksanaan evaluasi atau
tes, maka dapat disajikan dalam situasi berikut:
a.
Seorang
guru yang belum berpengalaman menyusun tes, mengadakan tes bahasa indonesia.
Kepada siswa diberikann sebuah bacaan panjang dan beberapa pertanyaan yang
dimaksud untuk mengukur kemampuan siswa menangkap isi bacaan tersebut, tetapi
hanya meliputi bagian awal dari bacaan saja.
b.
Seorang
guruyang sudah berpengalaman menyusun sebuah tes dengan baik. Kebetulan guru
ini juga mengajar bahsa indonesia, ia
memberikan sebuah bacaan dan diikuti dengan pertanyaan tentang isi bacaan.
Setelah itu diiuti oleh deretan kata sukar yang harus diterangkan oleh siswa.
Pada waktu pelaksanaan tes guru sakit da pengawas terhadap pelaksanaan tes
diserahkan kepada kawanya, gurumembiarkanya anak-anak merundingkan jawaban
pertanyaan tersebut.
Dengan
gambaran diatas situasi tes dapat ddengan cepat diambil kesimpulan bahwa
keduanya merupakan contoh pelaksanaan
tes yang tidak diharapkan, keduanya tidaak akan menghasilkan informasi yang
baik tentang siswa. Dari contoh pertama, yang kurang bai adalah tesnya.
Pertanyaan disusun kurang cermat, para siswa dibebaskan untuk memiih sendiri
kata – kata sukar dan menerangkanya. Sedangkan contoh kedua, tes yang disusun
oleh guru baik dengan pengarahan dengan guru, yakni memberikan kata-kata sukar
yang harus diterangkan dari guru, yakni memberikan kata-kata sukar yang harus
diterangkan oleh siswa, guru dapat memperoleh informasi siswa mana yang sudah
menguasai bahan dan siswa mana yang belum. Akan tetapi kesalahan terlelak pada
pelaksanaan tesnya.
Dari
contoh dan keterangan semua dengan singkat dapat dikatakan bahwa sumber persyaratan
tes didasarkan dua hal;
Pertama:
menyangkut mutu tes.
Kedua:
menyangkut pengadministrasian dalam pelaksanaan.
Walaupun dalam pelaksanaan tes sudah di usahakan mengikuti aturan
tentang suasana, cara, dan proosedur yang telah ditentukan namuntes itu sendiri
mengandung kelemahan. Gilbert Sax (1980,31-42) menyebutkan beberapa kelemahan
sebagai berikut:
1)
Adakalanya
tes menyinggung pribadi seseorang, misal dalam rumusan soal, pelaksanaan, maupun
pengumuman hasil. Dalam kompetisi mau tidak mau harus ada yang dieliminasi, dan
mereka tentu merasa tersinggung pribadinya.
2)
Tes
minimbulkan kecemasan sehingga memengaruhi hasil belajar yang murni. Tidak
dapat dipungkiri bahwa tes akan menimbulkan suasana khusus yang mengakibatkan
hal yang tidak sama antara oarang satu dengan yang lain. Di dalam
penelitiannya, Kirkland (1971) menyimpulkan bahwa:
a.
Besar
kecilnya kecemasan mempengaruhi murni dan tidaknya hasil belajar.
b.
Murid
yang kurang pandai mempunyai kecemasan yang lebih besar dibandingkan dengan
anak yang berkemampuan tinggi.
c.
Kebiasaan
terhadap tipe tes dan pengadministrasian mengurangi timbulnya kecemasan dalam
tes.
d.
Dalam
kecemasan yang tinggi, murid akan mencapai hasil baik jika soalnya bersifat
ingat, tetapi tidak baik jika soalnya pikiran.
e.
Timbulnya
kecemasan sejalan dengan tingkatan kelas.
Banyak penelitian telah dilakukan oleh para ahli tentang kecemasan
ini. Secara umum dapat disimpilkan bahwa bagaimanapun bebasnya suasana tes
namun tampak bahwa penmpilan testee akan berbeda dengan jika pertamyaan
dilakukan bukan dalam suasana tes. Didalam tes sering terdapat testee yang
berusaha menutupi atau mengusir
kecemasan dengan cara: menggigit kuku, mengetuk meja dan sebagainya.
Mengingat bahwaa hasil tes dipergunkan unuk menentukan nasib seseorang maka
guru harus sangat berhati-hati dalam memberikan pertimbangan.
3)
Tes
mengategorikan siswa secara tetap.
Dengan
mengikuti hasil tes pertama kadang-kadang orang lalu membedakan cap kepada
siswa menurut kelompok. Misal A termasuk pandai, sedang, atau kurang. Sangat
sukar bagi tester untuk mengubah predikat tersebut jika memang tidak sangat
menyolok hasil dari tes berikutnya.
4)
Tes
tidak mendukung kecemerlangan dan daya kreasi siswa.
Dengan rumusan
soal tes yang komplek kadang-kadang siswa yang kurang pandai hanya melihat pada
kalimat secara sepintas. Cara ini boleh jadi menguntungkan karena waktu yang
disediakan tidak banyak habis terbuang. Siswa yang pandai, karena terlalu
hati-hati mempertimbangkan susunan kalimat, dapat terjebak pada suatu butir tes
dan mereka akan kehabisan waku.
5)
Tes
hanya mengukur aspek tingkah laku yang sangat terbatas.
Manusia
mempunyai seperangkat sifat yang tidak semuanya tepat diukur melalui tes.
Tingkah laku sebagicermin dari sifat manusia adaklanya lebih cocok diketahui
melalui pengalaman secara cermat. Beberapa sifat yang lain mungkin perlu diukur
dengan berbagai instrumen yang bukan tes.
3.
Ciri-ciri
tes yang Baik
Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur, harus
memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki:
a.
Validitas
b.
Reliabilitas
c.
Objektivitas
d.
Praktikabilitas
e.
Ekonomis
a.
Validitas
Perlu diketahui
perbedaan istilah “validitas” dengan “valid”. “validitas” merupakan sebuah
jkata benda, sedangkan “valid” merupakan
kata sifat.
Dari pengalaman
sehari-hari tidak sedikit siswa atau guru mengatakan tes ini baik karena sudah
validitas, jelas kalimat tersebut tidak tepat.yang benar adalah tes ini sudah
baik karena sudah valid atau tes ini baik karena memiliki validitas yang
tinggi. Sebuah data dikatakan valid apabila sesuai dengan keadaan kenyataan. Sebagai
contoh, si A pendek karena tingginya tidak lebih dari 140 cm. Data A ini
dikatan valid apabila sesuai dengan kenyataan.
Sebuah tes disebut valid apabila tes
itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur, istilah valid, sangat sukar dicari gantinya. Ada istilah baru yang
mulai diperkenalkan yaitu sahih sehingga validitas diganti menjadi kesahihan.
Walupun istilah tepat belum dapat mencakup semua arti yang tersirat dalam kata
valid dan kata tepat kadang-kadang digunakan dalam konteks yang lain, akan
tetapi tambahan kata tepat dalam menerangkan kata valid dapat memeperjelas apa
yang dimaksud.
b.
Reliabilitas
Berasal
dari kata reliable yang artinya dapat dipercaya. Kekacuan dalam penggunaan
istilah reliabilitas merupakan kata benda, sedangkan kata reliabel merupakan
kata sifat atau keadaan.
Seorang
dapat dikatakan dapat dipercaya jika seseorang selalu bicara tetap, tidak
berubah- ubah.
Contoh
Tabel
nilai tes pertama dan tes kedua
Nama siswa
|
Waktu tes
|
|
Pengetesan pertama
|
Pengetesan kedua
|
|
Amin
|
6
|
7
|
Badu
|
5,5
|
6,6
|
Cahyani
|
8
|
9
|
Didit
|
6
|
7
|
|
|
|
|
|
|
Jika
para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan maka siswa akan
tetap dalam urutan yang sama dalam kelompoknya.
Walaupun
tampaknya hasil tes pada pengetesan kedua lebih baik akan tetapi karena
kenaikanya dialamai oleh semua siswa maka tes yang digunakan dapat dikatakan
memiliki reliabilitas yang tinggi.kenaikan tes yang kedua barang kali
disebabkan oleh adanya pengalaman dari pertama.
c.
Objektivitas
Berarti tidak
adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objekif, artinya terdapat
unsur pribadi yang masuk memengarihi. Sebuah tes dikatakan memiliki objekivitas
apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang memengaruhi.
Hal ini terutama pada sistem skoringya.
Ada dua fakor
yangmemengaruhi subjektivitas dari sesuatu tes:
1.
Bentuk
tes.
Tes
berbentuk uraian, akan memberi banyak kemungkinan keda si penilai untuk
memberikan peniliaian menurut caranya sendiri. Dengan demikian maka hasil dari
seorang siswa yang mengerjakan soal dari sebuah tes, akan dapat berbeda apabika
dinilai oleh dua orang penilai. Itulah sebabnya pada waktu ini ada
kecenderungan penggunaan tes objekif di berbagai bidang.untuk menghindari
masuknya unsur subjektivitas dari penilai.
2.
Penilai.
Subektivitas
dari penilai akan dapat masuk secara agak leluasa terutama dalam tes bentuk
uraian. Faktor-faktor yang memengaruhi subjektivitas antara lain:kesan penilai
terhadap siswa, tulisan, bahasa, waktu mengadakan penilaian, kelelahan. Untuk
menghindari masuknya objektivitas dalm penilaian, maka penilaian atau evaluasi
ini harus dilakukan dengan mengingat pedoman, yaitu kontinuitas dan
komprehensif.
a.
Evaluasi
harus dilakukan dengan kontinu.dengan evaluasi yang berkali-kali dilakukan maka
guru aka memperoleh gambaran yang jelas tentang
keadaan siswa.tes yang diadakan secara on the spot dan hanya satu atau dua
kali.tidak akan mendapat memberikan hasil ojektif tentang keadaan siswa.
b.
Evaluasi
harus dilakukan secara komprehensif (menyeluruh), yang di maksud dengan evaluasi
yang komprehensif disini adalah atas berbagai segi peninjauan yaitu,
1.
Mencakup
materi
2.
Aspek
berpikir, ingatan pemahaman.
3.
Tes
tertulis, lisan , perbuatan, pengamatan.
d. Praktikabilitas
Sebuah
tes dikatan memiliki praktikabilitas yang
tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah
pengadsministrasiannya.
Tes
yang praktis adalah tes yang:
1.
Mudah
dilaksanakan, misal tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberikan
kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian dianggap mudah
oelh siswa.
2.
Mudah
pemeriksaaannya, artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun
pedoman skoringnya.
3.
Dilengkapi
denga petunjukan yang jelas sehingga dapat diberikan oleh orang lain.
e. Ekonomis
Yang
dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak
membutuhkan biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.
KESIMPULAN
Istilah tes diambil dari kata testum.suatu pengertian dalam bahasa
perancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam –logam mulia. Ada
pula yang mengagrtikan sebagai sebuahpiring yang dibuat dari tanah.
Ada beberapa
istilah yang berhubungan dengan tes antara lain:
a.
Tes
b.
Testee
c.
Testing
d.
Tester
Bahwa bagaimanapun bebasnya suasana tes namun tampak bahwa dalam
penampilan testee akan berbeda jika pertanyaan dilakukan bukan dalam suasana
tes. Didalam tes sering terdapat testee yang berusaha menutupi atau
mengusir kecemasan dengan cara:
menggigit kuku, mengetuk meja dan sebagainya. Mengingat bahwaa hasil tes dipergunkan
unuk menentukan nasib seseorang maka guru harus sangat berhati-hati dalam
memberikan pertimbangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Arikunto
Suharsimi,2012,Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,jakarta, bumi aksara.
Ø Amir
Dailndrakusuma.1975. Evaluasi Pendidikan, jilid I.
Ø Wuradji .1978.
Dasar-Dasa pengukuran dan penilaian Hasil Belajar. Yogyakarta.Dina.
MASALAH TES
Makalah Ini Dibuat Guna Melengkapai Tugas Mata Kuliah
Pengembangan Sistem Evaluasi Pendidikan Yang Diampu Oleh Bpk Maryono, M.Pd
Oleh :
1.
Ahmad Saiful Rizal
2.
Affan Dianto
3.
Diva Papang Sanjaya
4.
Listikah
5.
Misbachudin
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2012
No comments:
Post a Comment