Saturday 8 June 2013

evaluasi pendidikan ' masalah tes '


BAB I
PENDAHULUAN
Didorong oleh munculnya statistik pendidikan dalam penganalisisan data dan informasi, maka akhirnya tes ini digunakan dalam berbagai bidang seperti tes kemampuan dasar, tes kelelahan perhatian, tes ingatan, tes minat, tes sikap, dan sebagainya. Yang terkenal penggunaan di sekolah hanyalah tes prestasi belajar.
Seorang ahli yang bernama James Ms.Cattel, pada tahun 1890 telah memeperkenalkan pengertian tes sebagai menyisihkan masalah atau mengetahui keadaan.  yaitu kapada masyarakat melalui bukunya yang berjudul mental test and measurement.
           


















BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian
Istilah tes diambil dari kata testum.suatu pengertian dalam bahasa perancis kuno yang berarti piiring untuk menyisihkan logam –logam mulia. Ada pula yang mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah.
Seorang ahli yang bernama James Ms.Cattel, pada tahun 1890 telah memeperkenalkan pengertian tes ini kapada masyarakat melalui bukunya yang berjudul mental test and measurement. Banyak ahli yang mulai mengembangkan tes ini untuk berbagai bidang, namun yang terkenal adlah sebuah tes intelegensiyang disusun oleh seorang perancis bernama Binet, yang kemudian dibantu penyempurnaanya oleh Simon, sehingga tes tersebut  dikenal sebagai tes binet simon (1904). Sebagai perkembangannya, Yerkes  di Amerika serikat menyusun tes kelompok (group test). Yang digunakan untuk menyeleksi calon militer sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat  karena diperlukan pada waktu perang Dunia I. Tes ini dikenal dengan nam Army Alpha dan  Army Betha.
                        Sebelum sampai pada uraian yang lebih jauh maka akan diterangkan dahulu arti dari beberapa istilah yang berhubungan dengan tes ini:
1.      Tes
Adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan yang sudah ditentukan. Unntuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan misal, melingkari salah satu huruf didepan pilihan jawaban, menerangkan, mencari jawaban yang salah, melakukan tugas atau suruhan.
2.      Testing
Merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan. Dapat juga dikatakan testing adalah saat pengambilan tes.
3.      Testee
Adalah responden yang sedang mengerjakan tes. Orang inilah yang akan dinilai atau diukur, baik mengenai kemampuan ,minat, bakat,pencapaian dan sebagainya.
4.      Tester
Adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambila tes terhadap para responden.dengan kata lain tester adalah subyek evaluasi. Tugas tester antara lain:

a.       Mempersiapkan ruangan dan perlengkapan yang diperlkan.
b.      Membagikan lembaran tes dan alat lan untuk mengerjakan.
c.       Menerangkan cara mengerjakan tes.
d.      Mengawasiresponden mengerjakan tes.
e.       Memberikan tanda-tanda waktu.


2.      Persyaratan test
Pada bagian permulaan buku ini telah disinggung bahwa mengukur panjang sisi meja dengan menggunakan karet ember yang diulur, sama halnya tidak mengukur. Apabila situasi ini kita pindahkan kepada pelaksanaan evaluasi atau tes, maka dapat disajikan dalam situasi berikut:
a.       Seorang guru yang belum berpengalaman menyusun tes, mengadakan tes bahasa indonesia. Kepada siswa diberikann sebuah bacaan panjang dan beberapa pertanyaan yang dimaksud untuk mengukur kemampuan siswa menangkap isi bacaan tersebut, tetapi hanya meliputi bagian awal dari bacaan saja.
b.      Seorang guruyang sudah berpengalaman menyusun sebuah tes dengan baik. Kebetulan guru ini juga mengajar bahsa indonesia,  ia memberikan sebuah bacaan dan diikuti dengan pertanyaan tentang isi bacaan. Setelah itu diiuti oleh deretan kata sukar yang harus diterangkan oleh siswa. Pada waktu pelaksanaan tes guru sakit da pengawas terhadap pelaksanaan tes diserahkan kepada kawanya, gurumembiarkanya anak-anak merundingkan jawaban pertanyaan tersebut.
Dengan gambaran diatas situasi tes dapat ddengan cepat diambil kesimpulan bahwa keduanya merupakan   contoh pelaksanaan tes yang tidak diharapkan, keduanya tidaak akan menghasilkan informasi yang baik tentang siswa. Dari contoh pertama, yang kurang bai adalah tesnya. Pertanyaan disusun kurang cermat, para siswa dibebaskan untuk memiih sendiri kata – kata sukar dan menerangkanya. Sedangkan contoh kedua, tes yang disusun oleh guru baik dengan pengarahan dengan guru, yakni memberikan kata-kata sukar yang harus diterangkan dari guru, yakni memberikan kata-kata sukar yang harus diterangkan oleh siswa, guru dapat memperoleh informasi siswa mana yang sudah menguasai bahan dan siswa mana yang belum. Akan tetapi kesalahan terlelak pada pelaksanaan tesnya.
Dari contoh dan keterangan semua dengan singkat dapat dikatakan bahwa sumber persyaratan tes didasarkan dua hal;
Pertama: menyangkut mutu tes.
Kedua: menyangkut pengadministrasian dalam pelaksanaan.
Walaupun dalam pelaksanaan  tes sudah di usahakan mengikuti aturan tentang suasana, cara, dan proosedur yang telah ditentukan namuntes itu sendiri mengandung kelemahan. Gilbert Sax (1980,31-42) menyebutkan beberapa kelemahan sebagai berikut:
1)      Adakalanya tes menyinggung pribadi seseorang, misal dalam rumusan soal, pelaksanaan, maupun pengumuman hasil. Dalam kompetisi mau tidak mau harus ada yang dieliminasi, dan mereka tentu merasa tersinggung pribadinya.
2)      Tes minimbulkan kecemasan sehingga memengaruhi hasil belajar yang murni. Tidak dapat dipungkiri bahwa tes akan menimbulkan suasana khusus yang mengakibatkan hal yang tidak sama antara oarang satu dengan yang lain. Di dalam penelitiannya, Kirkland (1971) menyimpulkan bahwa:
a.       Besar kecilnya kecemasan mempengaruhi murni dan tidaknya hasil belajar.
b.      Murid yang kurang pandai mempunyai kecemasan yang lebih besar dibandingkan dengan anak yang berkemampuan tinggi.
c.       Kebiasaan terhadap tipe tes dan pengadministrasian mengurangi timbulnya kecemasan dalam tes.
d.      Dalam kecemasan yang tinggi, murid akan mencapai hasil baik jika soalnya bersifat ingat, tetapi tidak baik jika soalnya pikiran.
e.       Timbulnya kecemasan sejalan dengan tingkatan kelas.
Banyak penelitian telah dilakukan oleh para ahli tentang kecemasan ini. Secara umum dapat disimpilkan bahwa bagaimanapun bebasnya suasana tes namun tampak bahwa penmpilan testee akan berbeda dengan jika pertamyaan dilakukan bukan dalam suasana tes. Didalam tes sering terdapat testee yang berusaha menutupi atau mengusir  kecemasan dengan cara: menggigit kuku, mengetuk meja dan sebagainya. Mengingat bahwaa hasil tes dipergunkan unuk menentukan nasib seseorang maka guru harus sangat berhati-hati dalam memberikan pertimbangan.
3)    Tes mengategorikan siswa secara tetap.
Dengan mengikuti hasil tes pertama kadang-kadang orang lalu membedakan cap kepada siswa menurut kelompok. Misal A termasuk pandai, sedang, atau kurang. Sangat sukar bagi tester untuk mengubah predikat tersebut jika memang tidak sangat menyolok hasil dari tes berikutnya.
4)      Tes tidak mendukung kecemerlangan dan daya kreasi siswa.
Dengan rumusan soal tes yang komplek kadang-kadang siswa yang kurang pandai hanya melihat pada kalimat secara sepintas. Cara ini boleh jadi menguntungkan karena waktu yang disediakan tidak banyak habis terbuang. Siswa yang pandai, karena terlalu hati-hati mempertimbangkan susunan kalimat, dapat terjebak pada suatu butir tes dan mereka akan kehabisan waku.
5)      Tes hanya mengukur aspek tingkah laku yang sangat terbatas.
Manusia mempunyai seperangkat sifat yang tidak semuanya tepat diukur melalui tes. Tingkah laku sebagicermin dari sifat manusia adaklanya lebih cocok diketahui melalui pengalaman secara cermat. Beberapa sifat yang lain mungkin perlu diukur dengan berbagai instrumen yang bukan tes.


3.      Ciri-ciri tes yang Baik
Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur, harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki:
a.       Validitas
b.      Reliabilitas
c.       Objektivitas
d.      Praktikabilitas
e.       Ekonomis

a.       Validitas
Perlu diketahui perbedaan istilah “validitas” dengan “valid”. “validitas” merupakan sebuah jkata benda, sedangkan  “valid” merupakan kata sifat.
Dari pengalaman sehari-hari tidak sedikit siswa atau guru mengatakan tes ini baik karena sudah validitas, jelas kalimat tersebut tidak tepat.yang benar adalah tes ini sudah baik karena sudah valid atau tes ini baik karena memiliki validitas yang tinggi. Sebuah data dikatakan valid apabila sesuai dengan keadaan kenyataan. Sebagai contoh, si A pendek karena tingginya tidak lebih dari 140 cm. Data A ini dikatan valid apabila sesuai dengan kenyataan.
         Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur, istilah valid, sangat  sukar dicari gantinya. Ada istilah baru yang mulai diperkenalkan yaitu sahih sehingga validitas diganti menjadi kesahihan. Walupun istilah tepat belum dapat mencakup semua arti yang tersirat dalam kata valid dan kata tepat kadang-kadang digunakan dalam konteks yang lain, akan tetapi tambahan kata tepat dalam menerangkan kata valid dapat memeperjelas apa yang dimaksud.
b.      Reliabilitas
Berasal dari kata reliable yang artinya dapat dipercaya. Kekacuan dalam penggunaan istilah reliabilitas merupakan kata benda, sedangkan kata reliabel merupakan kata sifat atau keadaan.
Seorang dapat dikatakan dapat dipercaya jika seseorang selalu bicara tetap, tidak berubah- ubah.

Contoh
Tabel nilai tes pertama dan tes kedua

Nama siswa
Waktu tes
Pengetesan pertama
Pengetesan kedua
Amin
6
7
Badu
5,5
6,6
Cahyani
8
9
Didit
6
7






Jika para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan maka siswa akan tetap dalam urutan yang sama dalam kelompoknya.
Walaupun tampaknya hasil tes pada pengetesan kedua lebih baik akan tetapi karena kenaikanya dialamai oleh semua siswa maka tes yang digunakan dapat dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi.kenaikan tes yang kedua barang kali disebabkan oleh adanya pengalaman dari pertama.
c.       Objektivitas
Berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objekif, artinya terdapat unsur pribadi yang masuk memengarihi. Sebuah tes dikatakan memiliki objekivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang memengaruhi. Hal ini terutama pada sistem skoringya.
Ada dua fakor yangmemengaruhi subjektivitas dari sesuatu tes:
1.      Bentuk tes.
Tes berbentuk uraian, akan memberi banyak kemungkinan keda si penilai untuk memberikan peniliaian menurut caranya sendiri. Dengan demikian maka hasil dari seorang siswa yang mengerjakan soal dari sebuah tes, akan dapat berbeda apabika dinilai oleh dua orang penilai. Itulah sebabnya pada waktu ini ada kecenderungan penggunaan tes objekif di berbagai bidang.untuk menghindari masuknya unsur subjektivitas dari penilai.
2.      Penilai.
Subektivitas dari penilai akan dapat masuk secara agak leluasa terutama dalam tes bentuk uraian. Faktor-faktor yang memengaruhi subjektivitas antara lain:kesan penilai terhadap siswa, tulisan, bahasa, waktu mengadakan penilaian, kelelahan. Untuk menghindari masuknya objektivitas dalm penilaian, maka penilaian atau evaluasi ini harus dilakukan dengan mengingat pedoman, yaitu kontinuitas dan komprehensif.
a.                   Evaluasi harus dilakukan dengan kontinu.dengan evaluasi yang berkali-kali dilakukan maka guru aka memperoleh gambaran yang jelas  tentang keadaan siswa.tes yang diadakan secara on the spot dan hanya satu atau dua kali.tidak akan mendapat memberikan hasil ojektif tentang keadaan siswa.
b.                   Evaluasi harus dilakukan secara komprehensif (menyeluruh), yang di maksud dengan evaluasi yang komprehensif disini adalah atas berbagai segi peninjauan yaitu,
1.      Mencakup materi
2.      Aspek berpikir, ingatan pemahaman.
3.      Tes tertulis, lisan , perbuatan, pengamatan.

          d.  Praktikabilitas
Sebuah tes dikatan memiliki praktikabilitas yang  tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah pengadsministrasiannya.
Tes yang praktis adalah tes yang:
1.      Mudah dilaksanakan, misal tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian dianggap mudah oelh siswa.
2.      Mudah pemeriksaaannya, artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya.
3.      Dilengkapi denga petunjukan yang jelas sehingga dapat diberikan oleh orang lain.

e. Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.


































KESIMPULAN

Istilah tes diambil dari kata testum.suatu pengertian dalam bahasa perancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam –logam mulia. Ada pula yang mengagrtikan sebagai sebuahpiring yang dibuat dari tanah.
Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan tes antara lain:
a.              Tes
b.              Testee
c.              Testing
d.             Tester
Bahwa bagaimanapun bebasnya suasana tes namun tampak bahwa dalam penampilan testee akan berbeda jika pertanyaan dilakukan bukan dalam suasana tes. Didalam tes sering terdapat testee yang berusaha menutupi atau mengusir  kecemasan dengan cara: menggigit kuku, mengetuk meja dan sebagainya. Mengingat bahwaa hasil tes dipergunkan unuk menentukan nasib seseorang maka guru harus sangat berhati-hati dalam memberikan pertimbangan.














DAFTAR PUSTAKA

Ø  Arikunto Suharsimi,2012,Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,jakarta, bumi aksara.
Ø  Amir Dailndrakusuma.1975. Evaluasi Pendidikan, jilid I.
Ø  Wuradji .1978. Dasar-Dasa pengukuran dan penilaian Hasil Belajar. Yogyakarta.Dina.


















MASALAH TES

Makalah Ini Dibuat Guna Melengkapai Tugas Mata Kuliah Pengembangan Sistem Evaluasi Pendidikan Yang Diampu Oleh Bpk Maryono, M.Pd



Oleh :
1.       Ahmad Saiful Rizal
2.       Affan Dianto
3.       Diva Papang Sanjaya
4.       Listikah
5.       Misbachudin

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2012












No comments:

Post a Comment