METODE-METODE TAFSIR
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Ilmu Tafsir
Dosen Pengampu : Mustofa Kamal, Alh, S.Th.I, M.S.I
Disusun oleh :
xxxxx
FAKULTAS SYARI’AH HUKUM
ISLAM
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN JAWA TENGAH
DI WONOSOBO
2012
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Quran datang ke hadapan kaum Arab kala itu dengan format yang
tidak pernah mereka kenal sebelumnya serta keindahan gaya bahasa yang tak
tertandingi oleh para tokoh dan pakar bahasa waktu itu. Kitab suci ini telah
menantang para pujangga dan tokoh-tokoh penyair Arab untuk membuat tandingan
bagi Al-Quran, mulai dari terberat atau membuat satu saja:
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ
فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ
إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ .(38)
Atau (patutkah)
mereka mengatakan: "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah:
"(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat
seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk
membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar."(Q.S. Yunus :
38),
Al-Quran adalah sumber ajaran Islam. Laksana samudera yang
keajaiban dan keunikannya tidak pernah sirna di telan masa, sehingga lahirlah
bermacam-macam tafisr dengan metode yang beraneka ragam. Para ulama telah
menulis dan mempersembahkan karya-karya mereka dibidang tafsir ini, dan
menjelaskan metode-metode yang digunakan oleh masing-masing tokoh penafsir,
metode-metode yang dimaksud adalah metode tahliliy, ijmali, muqaran, dan
maudhu’i.[1]
Banyak cara pendekatan dan corak tafsir yang mengandalkan
nalar, sehingga akan sangat luas pembahasan apabila kita bermaksud
menelusurinya satu demi satu. Untuk itu, agaknya akan lebih mudah dan efesien,
pembahasan didalam makalah hanya mengambil empat metode tafsir saja yaitu tahliliy,
ijmaliy, muqaran, dan maudhu’i. Pentingnya metode tafsir tahlili,
ijmali, muqaran dan maudhu’i dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran
adalah untuk membantu dan memudahkan bagi orang yang ingin mempelajari dan
memahami ayat Al-Quran itu sendiri. dan mengingat empat metode tersebut telah
menjadi pilihan banyak mufassir (ulama tafsir) dalam karyanya.
B.
Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Metode Tafsir
Tahliliy, Ijmaliy, Muqaran, Dan Maudhu’.?
2.
Bagaimana Sejarah Dari Metode Tersebut Dan Berikan Contoh
Kitab Tafsirnya.?
3.
Analisis Kelebihan Dan Kekurangan
PEMBAHASAN
1.
Apa Pengertian Metode Tafsir Tahliliy, Ijmaliy, Muqaran, Dan
Maudhu’.?
Sebelum memulai pembahasan tentang tafsir penulis terlebih
dahulu akan mengemukakan pengertian tafsir dan metode tafsir.
Tafsir ialah Mensyarahkan Al-Quran, menerangkan maknanya dan
menjelaskan apa yang dikehendakinya dengan nashnya atau dengan isyaratnya, atau
dengan tujuannya. Kata metode berasal
dari bahasa Yunani, yang merupakan gabungan dua kata yakni metha, yang berarti menuju, melalui, mengikuti, dan kata hodos yang berarti jalan, perjalanan,
cara, arah. Kata methodos sendiri berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesa
ilmiah, uraian ilmiah.[2]Dalam
bahasa Inggris, kata tersebut ditulis dengan method dan dalam bahasa Arab
diterjemahkan dengan manhaj atau thariqah. Dalam bahasa Indonesia kata
tersebut mengandung arti cara yang teratur terpikir baik-baik untuk mencapai
maksud (dalam ilmu pengetahuan dan juga lainnya), cara kerja yang bersistem
untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai sesuatu yang
ditentukan.
a. Tahliliy
Kata tahliliy adalah bahasa arab yang berasal hallala-yuhallilu-tahlilan
yang berarti to analize atau detailing, ana lyzing, menganalisa
atau mengurai, dan kata tahlili berarti analytic atau analytical.[3]
Metode tahliliy, yang dinamai oleh Baqir Al-Shadr
sebagai metode tajzi’iy,adalah satu metode tafsir yang “Mufassirnya
berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari berbagai seginya dengan
memperhatikan runtunan ayat-ayat Alquran sebagaimana tercantum di dalam mushaf.[4]
Al-farmawi juga mendefenisikan tafsir tahlili dengan
suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an
dari seluruh aspeknya.[5]
Dan menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan
kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Dan beliau
juga menguraikan bahwa bahwa penjelasan makna tersebut bisa tentang makna
kata, penjelasan umumnya, susunan kalimatnya, asbab al-nuzulnya.
Metode ini terkadang menyertakan perkembangan kebudayaan
generasi Nabi, Sahabat maupun Tabi’in, terkadang pula diisi dengan
uraian-uraian kebahasaan dan meteri-materi khusus lainnya yang kesemuanya
ditujukan untuk memahami Al-Quran yang mulia ini.[6]
Sedangkan M. Quraish Shihab berpendapat bahwa tafsir tahlili merupakan suatu
bentuk tafsir dimana mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Quran
dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat Al-Quran
sebagaimana tercantum dalam mushaf.
b. Ijmaliy
Kata Ijmaliy secara bahasa artinya ringkasan, ikhtisar,
global dan penjumlahan. Tafsir ijmaliy adalah penafsiran Al-Quran yang
dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan Al-Quran melalui pembahasan
yang bersifat umum( global ), tanpa uraian apalagi pembahasan yang panjang
dan luas, juga tidak dilakukan secara rinci. Keterangan lain menyebutkan bahwa
metode tafsir ijmali berarti menafsirkan ayat Al-Quran yang dilengkapi
dengan penjelasan yang mengatakan bahwa sistematika penulisannya
adalah menurut urutan ayat dalam mushaf Al-Quran dengan bahasa yang populer,
mudah dipahami, enak dibaca dan mencakup. Dengan demikian, metode tafsir ijmali
berarti cara sistematis untuk menjelaskan atau menerangkan makna-makna
Al-Quran baik dari aspek hukumnya dan hikmahnya dengan pembahasan yang bersifat
umum ( global ), ringkas, tanpa uraian yang panjang lebar dan tidak
secara rinci tapi mencakup sehingga mudah dipahami oleh semua orang mulai dari
orang yang berpengetahuan rendah sampai orang-orang yang berpengetahuan tinggi[7].
c. Muqaran ( Komperatif
)
Kata muqaran merupakan mashdar dari kata قارن- يقارن- مقارنة yang berarti perbandingan
(komparatif).
d. Maudhu’i ( Tematik )
Secara etimologi tafsir berarti كشف
المراد عن اللفظ الكشكل (menyikap maksud dari suatu lafal
yang sulit untuk difahami). Menurut Manna’ Khalil Al-Qathan pengertian
etimologinya adalah الإبانة و الكشف واظهارها المعنى
المعقول (menjelaskan,
menyikap dan menerangkan makna yang abstrak). Adapun pengertian tafsir
secara terminology antara lain seperti yang dikemukakan oleh Abu Hayyan:
Secara bahasa kata maudhu’I berasal dari kata موضوع yang
merupakan isim maf’ul dari kata وضع yang artinya
masalan atau pokok pembicaraan,yang berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan
manusia yang dibentangkan ayat-ayat Al-Quran.
Berdasarkan pengertian bahasa, secara sederhana metode
tafsir maudhu’I ini adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Quran berdasarkan
tema atau topik pemasalahan.
Musthafa Muslim memaparkan beberapa defenisi tafsir maudhu’i,
salah satu diantaranya adalah:
هو علم يتناول اقضايا حسب المقاصد
القرآنية من خلال سورة أو أكثر
Tafsir maudhu’I merupakan ilmu untuk memahami
permasalahan-permasalahan sejalan dengan tujuan Al-Quran dari satu surat atau
beberapa surat).
Bentuk defenisi operasional tafsir maudhu’i atau tematik
ini, lebih rinci tergambar dalam rumusan yang dikemukakan oleh Abd al-Hayy
al-Farmawi, yaitu:
جمع الآيات القرآنية ذات الهدف الواحد
التي اشتركت في موضوع ما وترتيبها حسب النزول ما امكن ذلك مع الوقوف على أسباب
نزولها ثم تناولها بالشرح والتعليق والإستــــنــــباط
(Tafsir maudhu’I adalah mangumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang
mempunyai maksud yang sama, dalam arti sama-sama membahas satu topik masalah
dan manyusunnya berdasarkan kronologis dan sebab turunnya ayta-ayat tersebut,
selanjutnya mufassir mulai memberikan keterangandan penjelasan serta
mengambil kesimpulan. Defenisi di atas dapat difahami bahwa sentral dari
metode maudhu’i ini adalah menjelaskan ayat-ayatyang
terhimpun dalam satu tema dengan memperhatikan urutan tertib turunnya ayat
tersebut, sebab turunnya, korelasi antara satu ayat dengan ayat yang lain dan
hal-hal lain yang dapat membantu memahami ayat lalu menganalisnaya secara
cermat dan menyeluruh.
2.
Sejarah Dan Contoh Kitab Tafsirannya.
a. Sejarah
Penafisran ayat-ayat Al-Quran yang dilakukan sejak zaman
Rasulullah SAW, mengalami berbagai perkembangan dalam bidang metodologi. Pada awalnya,
penafasiran Al-Quran dilakukan dengan metode riwayat, atau yang kerap dikenal
dengan Tafsir bil Ma’tsur. Selanjutnya metode ini mengalami perkembangan,
hingga metode yang menggunakan logika, atau yang kerap dikenal dengan tafsir
bil Ra’yi. Perkembangan selanjutnya, adalah metode penafsiran penalaran, dimana
kitab-kitab tafsir diklasifikasikan kepada salah satu metode penafsiran baik
ijmaliy, tahlili, muqarin, maupun maudhu’i. Metode tafsir ijmali merupakan
salah satu metode penafsiran yang berusaha untuk mengungkapkan kandungan makna
yang tersirat di di dalam Al-Quran dengan berbagai keistimewaan dan
keterbatasannya, metode ini dapat membantu orang baik itu awam maupun
intelektual untuk menggali makna yang tersirat. Namun terlepas dari
keistimewaan dan keterbatasannya.
Dari perkembangan tafsir metode yang pertama lahir dengan
mengambil bentuk al-ma’tsur dan diikuti oleh bentuk al-ra’yi adalah
metode ijmaliy .Kemudian metode ini berkembang terus sehingga melahirkan
metode tahliliy, ini ditandai dengan dikarangnya kitab-kitab tafsir yang
menguraikan uraian yang cukup luas dan mendalam tentang pemahaman suatu ayat
seperti al-Thabari dalam bentuk tafsir al-matsur, tafsir ar-Razi dalam bentuk
ra’yi dan lain-lain. Sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, maka ulama
tafsir berusaha menafsirkan Al-Quran lebih spesifik lagi dalam bidang-bidang
tertentu.
Metode penafsiran pada dasarnya adalah usaha untuk
menjelaskan ayat serta hikmat yang tersirat di dalam suatu ayat Al-Quran.
perbedaan bentuk yang banyak, adalah sebagai bentuk kekayaan khazanah dalam
bidang tafsir ini. Kesemuanya memiliki kesempurnaan dan keterbatasan, sehingga
kesemuanya dapat saling membantu dan juga menutupi satu dengan lainnya.
b. Contoh
Kitab
1. Kitab-kitab dan Contoh Tafsir
Tahlili
·
Tafsir Al-Quran al-‘azhim karya Ibn Katsir.
·
Tafsir al-Munir karya Syaikh Nawawy al-Bantany.
·
Ada yang ditulis dengan sangat
panjang, seperti kitab tafsir karya al-Lusi, Fakhr al-Din al-Razi,
dan Ibn Jarir al-Thabari;
·
Ada yang sedang, seperti kitab
Tafsir Imam al-Baidhawi dan al-Naisaburi;
·
dan ada pula yang ditulis dengan
ringkas, tetapi jelas dan padat, seperti kitab Tafsir al-Jalalayn karya
Jalal al-Din Suyuthi dan Jalal al-Din al- Mahalli dan kitab Tafsir yang ditulis
Muhammad Farid Wajdi.
·
Tafsir Al-fakhruddin al-Razy yang terdiri dari tafsir
al- Kabir (Mafatih al-Ghaib) yang terdiri dari 30 jilid dan Tafsir
al-Saghir (Asrar al-Tanzil wa Anwar al-Ta’wil).
·
Tafsir Imam al-Zamakhsari (Al-Ksyasaf‘an Haqaiq al-Tanzil
wa‘uyun al-Aqawil fi Wujud al-Ta’wil).Contoh ayat tasir Al-Kasyasyaf QS. 75,
Al-Qiyamah : 22-23 dan QS. 6, Al-An’am : 103. Kedua ayat ini dianggapnya muhkam
karena mustahil Allah itu dapat dilihat oleh penglihatan manusia.
2. Beberapa kitab tafsir yang ditulis
dengan sesuai metode ijmaliy adalah;
·
Tafsir Al-Quran al Karim oleh Muhammad Farid Wajdi.
·
Tafsir Al-Quran ak Karim, oleh Jalaluddin as Suyuthi dan
Jalaluddin al Mahalliy.
·
Tafsir al Wafiz fi Tafsir Alquran al Karim, oleh Syauq
Dhaif.
·
Tafsir al Wadih oleh Muhammad Mahmud Hijazi.
·
Tafsir Al-Quran al Karim , oleh Mahmud Muhammad Hadan ‘Ulwan
dan Muhammad Ahmad Barmiq.
3.
Analisis Kelebihan Dan Kekurangan
Suatu metode yang dilahirkan seorang manusia, selalu saja
memliki kelemahan dan keistimewaan. Demikian halnya juga dengan metode tafsir Tahliliy,
Ijmaliy, Muqaran, Dan Maudhu ini. Namun perlu disadari Kelebihan Dan Kekurangan yang dimaksud disini bukanlah suatu hal
yang negatif, akan tetapi rujukan dalam ciri-ciri metode yang lain.
A.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Tafsir Tahlili[8]
Tafsir tahlili sebagai salah satu metode tafsir yang banyak
digunakan oleh para mufasir, tidak luput dari adanya kelebihan dan kekurangan
atau ketebatasan,
1.
Kelebihan Metode Tafsir Tahlili
a. Metode tahlili adalah
merupakan metode tertua dalam sejarah Al-Quran karena metode ini telah
digunakan sejak masa Nabi Muhammad SAW.
b.
Metode ini adalah metode yang paling
banyak digunakan oleh para mufassir.
c. Metode ini memiliki corak (laun )
dan orientasi ( ittijah ) yang paling banyak dibandingka metode lain.
d. Melalui metode ini seorang
mufassir memungkinkan untuk memberikan ulasan secara panjang lebar ( itnhab),
atau secara ringkas dan pendek saja ( ijaz)
e. Metode tahlili pembahsann dan
ruang lingkupnya yang sangat luas. Hal ini dapat berbentuk riwayat (ma’sur )
dan juga dapat berbentuk rasio ( ra’yu )
2.
Kekurangan Metode Tafsir Tahlili
a. Metode ini dijadikan para penafsir
tidak jarang hanya berusaha menemukan dalil atau pembenaran pendapatnya dengan
ayat-ayat Al-Quran
b. Metode ini kurang mampu memberi
jawaban tuntas terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, karena pembahsannya
sering tidak tuntas, terutama masalah kontemporer seperti keadilan,
kemanusiaan, sekaligus tidak banyak memberi pagar-pagar metodologi yang dapat mengurangi
subjektivitas mufassirnya.
c. Dapat menghanyutkan seorang mufassir
dalam penafsirannya, sehingga keluar dari suasana ayat yang dibahas.
d.
Metode ini sangat subjetif.
B.
Metode ijmali, [9]
sebagai salah satu metode penafsiran Al-Quran memiliki
beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh tafsir-tafsir lainnya, diantara
kelebihan ini adalah:
1. Jelas dan Mudah di pahami.
Sesuai dengan sebutannya, tafsir ijmali ini merupakan
penafsiran yang dalam menafsirkan suatu ayat tidak berbelit-belit, ringkas,
jelas dan mudah dipahami oleh pembacanya. Selain itu juga pesan-pesan
yang terkandung dalam tafsir ini, sangat mudah ditangkap oleh pembaca.
2. Bebas dari penafsiran Israiliyat.
Peluang masuknya penafsiran Israiliyat dalam metode penafsiran
ini dapat dihindarkan, bahkan dapat dikatakan sangat jarang sekali ditemukan.
Hal ini disebabkan uraiannya yang singkat hanya mengemukakan tafsir dari
kata-kata dalam suatu ayat dengan ringkas dan padat.
3. Akrab dengan bahasa Al-Quran
Uraiannya yang singkat dan padat mengakibatkan tidak
dijumpainya penafsiran ayat-ayat Al-Quran yang keluar dari kosa kata ayat
tersebut. Metode ini lebih mengedepankan makna sinonim dari kata-kata yang
bersangkutan, sehingga bagi pembacanya merasa dirinya sedang membaca Alquran
dan bukan membaca suatu tafsir.
Adapun kelemahan yang dimiliki metode penafsiran ini diantaranya adalah:
1. Menjadikan petunjuk Al-Quran tidak
utuh.
Penafsiran yang ringkas dan pendek membuat pesan Al-Quran
tersebut tidak utuh dan terpecah-pecah. Padahal Al-Quran, menurut Subhi
As-Shaleh mempunyai keistimewaan dalam hal kecermatan dan cakupannya yang
menyeluruh. Setiap kita menemukan ayat yang bersifat umum yang memerlukan makna
lebih lanjut, kita pasti menemukan pada bagian lain, baik yang bersifat
membatasi maupun memperjelas secara rinci.
2. Penafsiran dangkal atau tidak
mendalam.
Metode tafsir ini tidak menyediakan ruangan untuk memberikan
uraian atau pembahasan yang mendalam dan memuaskan pembacanya berkenaan
dengan pemahaman suatu ayat. Ini boleh disebut suatu kelemahan yang harus
disadari para mufassir yang akan menggunakan metode ijmali ini. Akan
tetapi, kelemahan yang dimaksud di sini tidaklah bersifat negatif
melainkan hanyalah merupakan karakteristik atau ciri-ciri metode penafsiran
ini.
C.
metode tafsir maudhu’I
Diatara kelebihan metode tafsir maudhu’I adalah:
1.
Menjawab tantangan zaman[10],
artinya metode ini mampu mengatasi perkembangan zaman yang
selalau berubah dan berkembang, sehingga setiap permasalahan yang ada di alam
ini dapat dilihat melalui tafsir Al-Quran yang dapat ditangani melalui metode
penafsiran tematik ini. Dengan arti kata titik tolak keberangkatan permasalhan
ini berdasarkan kenyataan yang ada dalam masyarakat dan berarkhir pada Al-Quran
untuk mencari jawaban.
2.
Praktis dan sistamatis,
tafsir dengan metode tematik ini disusun secara praktis dan
tematis dalam memecahkan suatu permasalahan, metode ini sangat cocok dengan
kahidupan masyarakat modern saat ini dengan menjelaskan satu sub pembahasan
secara lengkap dan sempurna, di samping itumetode ini dapat menghemat waktu
mengefektifkannya dan mengefesienkannya.
3.
Dinamis,
metode ini selalu dinamis sesuai dengan tuntutan zaman
sehingga menimbulkan image di dalam pikiran si pembaca dan pendengar dan dapat
diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian Al-Quran selalu
aktual dan tidak ketinggalan zaman.
4.
Membuat pemahaman menjadi utuh.
Dengan ditetapkannya judul-judul pembahasan yang akan
dibahas, membuat pembahasan itu menjadi utuh dan sempurna. Maksudnya penampilan
tema suatu permasalahan secara utuh tidak bercerai berai bias menjadi tolak
ukur untuk mengetahui pandangan- pandangan Al-Quran terhdap suatu masalah.
Dan
diantara kekurang metode ini adalah:
a.
Memenggal ayat Al-Quran,
maksudnya adalah metode ini mengambil kasus di dalam satu
ayat atau lebih yang mengandung berbagai macam permasalahan seperti masalah
puasa, zakat, haji dan lain sebagainya. Menurut sebagian ulama (kaum
konterkstual) cara seperti ini dipandang kurang sopan terhadap ayat-ayat Al-Quran,
namun jika tidak membawa kerusakan atau kesalahan di dalam penafsiran hal
seperti ini tidak menjadi masalah.
b. Membatasi pemahaman ayat,
dengan adanya penetapan judul di dalam penafsiran, maka
dengan sendirinya berarti membuat suatu permasalahan menjadi terbatas (sesuai
dengan topic itu saja), padahal jika dilihat pada ketentuan Al-Quran, tidak
mungkin ayat-ayat yang ada padanya mempunyai keterbatasan denga arti kata
keterbatasan ini tidak mencakup keseluruhannya makna yang dimaksud.
D.
Kelebihan dan kekurangan Tafsir Muqaran
Diantara keunggulan tafsir muqaran dari metode yang
lainnya adalah
c. Mengungkapkan ke-i’jaz-an dan
keotentikan Al-Quran
d. Membuktikan bahwa ayat-ayat Al-Quran
sebenarnya tidak ada kontradiktif. Demikian juga antara Al-Quran dan hadis
Nabi.
e. Dapat mengungkapkan orisinalitas dan
objektifitas mufassir.
f. Dapat mengungkapkan sumber-sumber
perbedaan di kalangan mufassir atau perbedaan pendapat di antara kelompok umat
Islam, yang di dalamnya termasuk masing-masing mufassir
g. Dapat menjadi sarana pendekatan (taqrib)
di antara berbagai aliran tafsir dan dapat juga mengungkapkan
kekeliruan mufassir sekaligus mencari pandangan yang paling mendekati
kebenaran. Dengan kata lain seorang mufassir dapat melakukan kompromi ( al-Jam’u
wa al-Taufiq ) dari pendapat-pendapat yang bertentangan atau bahkan men-tarjih
salah satu pendapat yang dianggap paling benar
Diantara kekurangan atau kelemahan tafsir muqaran adalah:[13]
a. Penafsiran yang menggunakan metode muqaran
tidak dapat diberikan kepada pemula, seperti mereka yang belajar tingkat
menengah ke bawah. Hal ini disebabkan pembahasan yang dikemukakan terlalu luas
dan kadang-kadang terlalu ekstrim, konsekwensinya tentu akan menimbulkan
kebingungan bagi mereka dan bahkan mungkin bias merusak pemahaman mereka
terhadap Islam secara universal
b. Metode tafsir muqaran tidak dapat
diandalkan untuk menjawab problem-problem sosial yang sedang tumbuh di tengah
massyarakat. Hal ini disebabkan metode ini lebih mengutamakan perbandingan
daripada pemecahan masalah.[14]
c. Metode tafsir muqaran terkesan lebih
banyak menelusuri tafsiran-tafsiran baru. Sebetulnya kesan serupa tidak akan
timbul jika mufassir kreatif, artinya penafsiran tidak hanya sekadar mengutip
tetapi juga dapat mengaitkan dengan kondisi yang dihadapinya, sehingga
menghasilkan sintesis baru yang belum ada sebelumnya.
KESIMPULAN
Dalam ilmu tafsir Al-Quran dikenal 4
macam metode penafsiran, yaitu : metode tafsir tahlili, ijmali, muqarin dan
metode tafsir tematik. Metode tafsir Ijmali yang menjadi kajian dalam makalah
ini dimaksudkan sebagai cara sistematis untuk menjelaskan atau
menerangkan makna-makna Al-Quran baik dari aspek hukumnya dan hikmahnya dengan
pembahasan yang bersifat umum ( global ), tanpa uraian yang panjang lebar dan
tidak secara rinci sehingga mudah dipahami oleh semua orang mulai dari orang
yang berpengetahuan rendah sampai orang-orang yang berpengetahuan tinggi.
Dalam sejarah penafsiran Al-Quran, metode tafsir Ijmali ini memperoleh
keabsahan dari tafsir yang telah dicontohkan oleh Rasul Saw sendiri
ketika beliau menerangkan ayat-ayat Al-Quran dengan penjelasan-penjelasan yang
singkat, padat, dan tidak panjang lebar. Demikian juga penafsiran para sahabat
tidak jauh berbeda dengan cara penafsiran Rasul Saw. Metode semacam itu
dilakukan oleh Rasul Saw dan sahabat supaya pesan-pesan ajaran Islam yang
tertuang dalam Al-Quran dapat mudah dipahami dan tentunya untuk menghindari
pemahaman-pemahaman yang keliru terhadap ayat-ayat Al-Quran.
Semua jenis, metode dan corak tafsir Al-Quran memiliki kelebihan dan
kekurangan. Saya ambil satu contoh metode tafsir Ijmali yang juga memiliki
kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya antara lain :
a. Jelas dan Mudah di pahami.
b. Bebas dari penafsiran Israiliyat.
c. Akrab dengan bahasa Alquran
Sedangkan
kekurangannya antara lain :
a. Menjadikan petunjuk Al-Quran
bersifat parsial.
b. Terlalu dangkal dan berwawasan
sempit
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jurjaniy, At-Ta’rifat,
( Jeddah : Ath-Thabaah wa an Nasyr wa At-Tauzi, t.t. ), h. 63.
Departemen Agama RI, Al-Quran
dan Terjemahnya, bagian Muqaddimah, ( Semarang : Toha Putra, 1989 ),
hal. 32.
Bukti kebenaran Al-Qur’an dan kemukjiatannya yang lain
adalah : isyarat-isyarat ilmiahnya dan pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Lihat,
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an,
( Bandung : Mizan,
1998 ), h. 111-212.
Anton Baker, Metode-metode Filsafat, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1984), cet. 1, h. 10.
Bukti kebenaran Al-Qur’an dan kemukjiatannya yang lain
adalah : isyarat-isyarat ilmiahnya dan pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Lihat,
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an,
( Bandung : Mizan,
1998 ), h. 111-212.
Abd. Al-Hayy al-Farmawi,
al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i, Cet.I, (Dirasat Manhajiyyat
Maudhu’iyyah, 1396
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, bagian
Muqaddimah, ( Semarang : Toha Putra, 1989 )
Darraz,
Abdullah, Al-Naba’ Al-Azhim, (
Mesir : Dar Al-‘Urubah, 1960 )
Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Cet.I,
Yogyakarya : Pustaka Pelajar, 1998
Al-Qattan,
Manna’, Mahabits fi ‘Ulum al-Quran, (
Mansyurat al-‘Asr al-Hadits, 1973 )
Al-Zarkasyi,
Badr Al-Din Muhammad bin Abd.Allah,
Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Quran,( Kairo ; Al-Halaby, 1957 ), jilid I
al-‘Utsaimin,
ASy-Syaikh Muhammad bin Shaleh, Ushul
fi at-Tafsir, terj. Abu Abdillah Ibnu Rasto ( Solo : Pustaka
Ar-Rayyan, 2008 )
[2]
Departemen Agama RI, Al-Quran
dan Terjemahnya, bagian Muqaddimah, ( Semarang : Toha Putra, 1989 )
[6] Al-Zarkasyi, Badr Al-Din Muhammad bin
Abd.Allah, Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Quran,(
Kairo ; Al-Halaby, 1957 ), jilid I
( Solo
: Pustaka Ar-Rayyan, 2008 )
[8] al-‘Utsaimin, ASy-Syaikh Muhammad bin
Shaleh, Ushul fi at-Tafsir,
terj. Abu Abdillah Ibnu Rasto,
( Solo :
Pustaka Ar-Rayyan, 2008 )
[9] Abd. Al-Hayy
al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir
al-Maudhu’i, Cet.I, (Dirasat Manhajiyyat Maudhu’iyyah, 1396
[10] Bukti kebenaran
Al-Qur’an dan kemukjiatannya yang lain adalah : isyarat-isyarat ilmiahnya dan
pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Lihat, M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, ( Bandung : Mizan, 1998 ), h. 111-212.
[11] Bukti kebenaran
Al-Qur’an dan kemukjiatannya yang lain adalah : isyarat-isyarat ilmiahnya dan
pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Lihat, M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, ( Bandung : Mizan, 1998 ), h. 111-212.
[14] Departemen Agama RI, Al-Quran
dan Terjemahnya, bagian Muqaddimah, ( Semarang : Toha Putra, 1989 ),
hal. 32.
No comments:
Post a Comment