Saturday 8 June 2013

metode metode tafsir


METODE-METODE TAFSIR
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Tafsir
Dosen Pengampu : Mustofa Kamal, Alh, S.Th.I, M.S.I






Disusun oleh :

xxxxx



FAKULTAS  SYARI’AH HUKUM ISLAM
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN JAWA TENGAH
DI WONOSOBO
2012
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Al-Quran datang ke hadapan kaum Arab kala itu dengan format yang tidak pernah mereka kenal sebelumnya serta keindahan gaya bahasa yang tak tertandingi oleh para tokoh dan pakar bahasa waktu itu. Kitab suci ini telah menantang para pujangga dan tokoh-tokoh penyair Arab untuk membuat tandingan bagi Al-Quran, mulai dari terberat atau membuat satu saja:
أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ قُلْ فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِثْلِهِ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ .(38)
Atau (patutkah) mereka mengatakan: "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar."(Q.S. Yunus : 38),
Al-Quran adalah sumber ajaran Islam. Laksana samudera yang keajaiban dan keunikannya tidak pernah sirna di telan masa, sehingga lahirlah bermacam-macam tafisr dengan metode yang beraneka ragam. Para ulama telah menulis dan mempersembahkan karya-karya mereka dibidang tafsir ini, dan menjelaskan metode-metode yang digunakan oleh masing-masing tokoh penafsir, metode-metode yang dimaksud adalah metode tahliliy, ijmali, muqaran, dan maudhu’i.[1]
Banyak cara pendekatan dan corak tafsir yang mengandalkan nalar, sehingga akan sangat luas pembahasan apabila kita bermaksud menelusurinya satu demi satu. Untuk itu, agaknya akan lebih mudah dan efesien, pembahasan didalam makalah hanya mengambil empat metode tafsir saja yaitu tahliliy, ijmaliy, muqaran, dan maudhu’i. Pentingnya metode tafsir tahlili, ijmali, muqaran dan maudhu’i dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran adalah untuk membantu dan memudahkan bagi orang yang ingin mempelajari dan memahami ayat Al-Quran itu sendiri. dan mengingat empat metode tersebut telah menjadi pilihan banyak mufassir (ulama tafsir) dalam karyanya.

B.   Rumusan masalah

1.      Apa Pengertian Metode Tafsir Tahliliy, Ijmaliy, Muqaran, Dan Maudhu’.?
2.      Bagaimana Sejarah Dari Metode Tersebut Dan Berikan Contoh Kitab Tafsirnya.?
3.      Analisis Kelebihan Dan Kekurangan
PEMBAHASAN
1.    Apa Pengertian Metode Tafsir Tahliliy, Ijmaliy, Muqaran, Dan Maudhu’.?
Sebelum memulai pembahasan tentang tafsir penulis terlebih dahulu akan mengemukakan pengertian tafsir  dan metode tafsir.
Tafsir ialah Mensyarahkan Al-Quran, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendakinya dengan nashnya atau dengan isyaratnya, atau dengan tujuannya. Kata metode berasal dari bahasa Yunani, yang merupakan gabungan dua kata yakni metha, yang berarti menuju, melalui, mengikuti, dan kata hodos yang berarti jalan, perjalanan, cara, arah. Kata methodos sendiri berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesa ilmiah, uraian ilmiah.[2]Dalam bahasa Inggris, kata tersebut ditulis dengan method dan dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan manhaj atau thariqah. Dalam bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti cara yang teratur terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan juga lainnya), cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai sesuatu yang ditentukan.
a.      Tahliliy
Kata tahliliy adalah bahasa arab yang berasal hallala-yuhallilu-tahlilan  yang berarti to analize atau detailing, ana lyzing, menganalisa atau mengurai, dan kata tahlili berarti analytic atau analytical.[3]
Metode tahliliy, yang dinamai oleh Baqir Al-Shadr sebagai metode tajzi’iy,adalah satu metode tafsir yang “Mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtunan ayat-ayat Alquran sebagaimana tercantum di dalam mushaf.[4]
Al-farmawi juga mendefenisikan tafsir tahlili dengan suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan  ayat-ayat Al-Qur’an dari seluruh aspeknya.[5] Dan menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Dan  beliau juga  menguraikan bahwa bahwa penjelasan makna tersebut bisa tentang makna kata, penjelasan umumnya, susunan kalimatnya, asbab al-nuzulnya.
Metode ini terkadang menyertakan perkembangan kebudayaan generasi  Nabi, Sahabat maupun Tabi’in, terkadang pula diisi dengan uraian-uraian kebahasaan dan meteri-materi khusus lainnya yang kesemuanya ditujukan untuk memahami Al-Quran yang mulia ini.[6] Sedangkan M. Quraish Shihab berpendapat bahwa tafsir tahlili merupakan suatu bentuk tafsir dimana mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Quran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat Al-Quran sebagaimana tercantum dalam mushaf.
b.      Ijmaliy
Kata Ijmaliy secara bahasa artinya ringkasan, ikhtisar, global dan penjumlahan. Tafsir ijmaliy adalah penafsiran Al-Quran yang dilakukan dengan cara mengemukakan isi kandungan Al-Quran melalui pembahasan yang bersifat umum( global ), tanpa uraian apalagi pembahasan yang panjang dan luas, juga tidak dilakukan secara rinci. Keterangan lain menyebutkan bahwa metode tafsir ijmali berarti menafsirkan ayat Al-Quran  yang dilengkapi dengan penjelasan  yang mengatakan bahwa  sistematika penulisannya adalah menurut urutan ayat dalam mushaf Al-Quran dengan bahasa yang populer, mudah dipahami, enak dibaca dan mencakup. Dengan demikian, metode tafsir ijmali berarti cara sistematis untuk  menjelaskan atau menerangkan makna-makna Al-Quran baik dari aspek hukumnya dan hikmahnya dengan pembahasan yang bersifat umum ( global ), ringkas,  tanpa uraian yang panjang lebar dan tidak secara rinci tapi mencakup sehingga mudah dipahami oleh semua orang mulai dari orang yang berpengetahuan rendah sampai orang-orang yang berpengetahuan tinggi[7].
c.       Muqaran ( Komperatif )
Kata muqaran merupakan mashdar dari kata قارن- يقارن- مقارنة  yang berarti perbandingan (komparatif).
d.      Maudhu’i ( Tematik )
Secara etimologi tafsir berarti كشف المراد عن اللفظ الكشكل  (menyikap maksud dari suatu lafal yang sulit untuk difahami). Menurut Manna’ Khalil Al-Qathan pengertian etimologinya adalah الإبانة و الكشف واظهارها المعنى المعقول (menjelaskan, menyikap dan menerangkan makna yang abstrak). Adapun pengertian tafsir secara terminology antara lain seperti yang dikemukakan oleh Abu Hayyan:
Secara bahasa kata maudhu’I berasal dari kata موضوع  yang merupakan isim maf’ul dari kata وضع yang artinya masalan atau pokok pembicaraan,yang berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan manusia yang dibentangkan ayat-ayat Al-Quran.
Berdasarkan pengertian bahasa, secara sederhana metode tafsir maudhu’I ini adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Quran berdasarkan tema atau topik pemasalahan.
Musthafa Muslim memaparkan beberapa defenisi tafsir maudhu’i, salah satu diantaranya adalah:
هو علم يتناول اقضايا حسب المقاصد القرآنية من خلال سورة أو أكثر
Tafsir maudhu’I merupakan ilmu untuk memahami permasalahan-permasalahan sejalan dengan tujuan Al-Quran dari satu surat atau beberapa surat).
Bentuk defenisi operasional tafsir maudhu’i atau tematik ini, lebih rinci tergambar dalam rumusan yang dikemukakan oleh Abd al-Hayy al-Farmawi, yaitu:
جمع الآيات القرآنية ذات الهدف الواحد التي اشتركت في موضوع ما وترتيبها حسب النزول ما امكن ذلك مع الوقوف على أسباب نزولها ثم تناولها بالشرح والتعليق والإستــــنــــباط
(Tafsir maudhu’I adalah mangumpulkan ayat-ayat Al-Quran yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti sama-sama membahas satu topik masalah dan manyusunnya berdasarkan kronologis dan sebab turunnya ayta-ayat tersebut, selanjutnya mufassir mulai memberikan keterangandan penjelasan serta mengambil  kesimpulan. Defenisi di atas dapat difahami bahwa sentral dari metode maudhu’i  ini adalah menjelaskan ayat-ayatyang terhimpun dalam satu tema dengan memperhatikan urutan tertib turunnya ayat tersebut, sebab turunnya, korelasi antara satu ayat dengan ayat yang lain dan hal-hal lain yang dapat membantu memahami ayat lalu menganalisnaya secara cermat dan menyeluruh.

2.    Sejarah Dan Contoh Kitab Tafsirannya.

a.       Sejarah
Penafisran ayat-ayat Al-Quran yang dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW, mengalami berbagai perkembangan dalam bidang metodologi. Pada awalnya, penafasiran Al-Quran dilakukan dengan metode riwayat, atau yang kerap dikenal dengan Tafsir bil Ma’tsur. Selanjutnya metode ini mengalami perkembangan, hingga metode yang menggunakan logika, atau yang kerap dikenal dengan tafsir bil Ra’yi. Perkembangan selanjutnya, adalah metode penafsiran penalaran, dimana kitab-kitab tafsir diklasifikasikan kepada salah satu metode penafsiran baik ijmaliy, tahlili, muqarin, maupun maudhu’i. Metode tafsir ijmali merupakan salah satu metode penafsiran yang berusaha untuk mengungkapkan kandungan makna yang tersirat di di dalam Al-Quran dengan berbagai keistimewaan dan keterbatasannya, metode ini dapat membantu orang baik itu awam maupun intelektual untuk menggali makna yang tersirat. Namun terlepas dari keistimewaan dan keterbatasannya.
Dari perkembangan tafsir metode yang pertama lahir dengan mengambil bentuk al-ma’tsur dan diikuti oleh bentuk al-ra’yi adalah metode ijmaliy .Kemudian metode ini berkembang terus sehingga melahirkan metode tahliliy, ini ditandai dengan dikarangnya kitab-kitab tafsir yang menguraikan uraian yang cukup luas dan mendalam tentang pemahaman suatu ayat seperti al-Thabari dalam bentuk tafsir al-matsur, tafsir ar-Razi dalam bentuk ra’yi dan lain-lain. Sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, maka ulama tafsir berusaha menafsirkan Al-Quran lebih spesifik lagi dalam bidang-bidang tertentu.
Metode penafsiran pada dasarnya adalah usaha untuk menjelaskan ayat serta hikmat yang tersirat di dalam suatu ayat Al-Quran. perbedaan bentuk yang banyak, adalah sebagai bentuk kekayaan khazanah dalam bidang tafsir ini. Kesemuanya memiliki kesempurnaan dan keterbatasan, sehingga kesemuanya dapat saling membantu dan juga menutupi satu dengan lainnya.
b.      Contoh Kitab  
 
1.      Kitab-kitab dan Contoh Tafsir Tahlili
· Tafsir Al-Quran al-‘azhim karya Ibn Katsir.
· Tafsir al-Munir karya Syaikh Nawawy al-Bantany.
· Ada yang ditulis dengan sangat panjang, seperti kitab tafsir karya al-Lusi, Fakhr al-Din al-Razi, dan Ibn Jarir al-Thabari;
· Ada yang sedang, seperti kitab Tafsir Imam al-Baidhawi dan al-Naisaburi;
· dan ada pula yang ditulis dengan ringkas, tetapi jelas dan padat, seperti kitab Tafsir al-Jalalayn karya Jalal al-Din Suyuthi dan Jalal al-Din al- Mahalli dan kitab Tafsir yang ditulis Muhammad Farid Wajdi.
·         Tafsir Al-fakhruddin al-Razy yang terdiri dari  tafsir al- Kabir (Mafatih al-Ghaib) yang terdiri dari 30 jilid  dan Tafsir al-Saghir (Asrar al-Tanzil wa Anwar al-Ta’wil).
·         Tafsir Imam al-Zamakhsari (Al-Ksyasaf‘an Haqaiq al-Tanzil wa‘uyun al-Aqawil fi Wujud al-Ta’wil).Contoh ayat tasir Al-Kasyasyaf QS. 75, Al-Qiyamah : 22-23 dan QS. 6, Al-An’am : 103. Kedua ayat ini dianggapnya muhkam karena mustahil Allah itu dapat dilihat oleh penglihatan manusia.
2.      Beberapa kitab tafsir yang ditulis dengan sesuai metode ijmaliy adalah;
·         Tafsir Al-Quran al Karim oleh Muhammad Farid Wajdi.
·         Tafsir Al-Quran ak Karim, oleh Jalaluddin as Suyuthi dan Jalaluddin al Mahalliy.
·         Tafsir al Wafiz fi Tafsir Alquran al Karim, oleh Syauq Dhaif.
·         Tafsir al Wadih oleh Muhammad Mahmud Hijazi.
·         Tafsir Al-Quran al Karim , oleh Mahmud Muhammad Hadan ‘Ulwan dan Muhammad Ahmad Barmiq.

3.    Analisis Kelebihan Dan Kekurangan
Suatu metode yang dilahirkan seorang manusia, selalu saja memliki kelemahan dan keistimewaan. Demikian halnya juga dengan metode tafsir Tahliliy, Ijmaliy, Muqaran, Dan Maudhu ini. Namun perlu disadari Kelebihan Dan Kekurangan yang dimaksud disini bukanlah suatu hal yang negatif, akan tetapi rujukan dalam ciri-ciri metode  yang lain.
A.                Kelebihan dan Kekurangan Metode Tafsir Tahlili[8]
Tafsir tahlili sebagai salah satu metode tafsir yang banyak digunakan oleh para mufasir, tidak luput dari adanya kelebihan dan kekurangan atau ketebatasan,
1.                Kelebihan Metode Tafsir Tahlili
a.        Metode tahlili adalah merupakan metode tertua dalam sejarah Al-Quran karena metode ini telah digunakan sejak masa Nabi Muhammad SAW.
b.        Metode ini adalah metode yang paling banyak digunakan oleh para mufassir.
c.        Metode ini memiliki corak (laun ) dan orientasi ( ittijah ) yang paling banyak dibandingka metode lain.
d.       Melalui metode  ini seorang mufassir memungkinkan untuk memberikan ulasan secara panjang lebar ( itnhab), atau secara ringkas dan pendek saja ( ijaz)
e.        Metode tahlili pembahsann dan ruang lingkupnya yang sangat luas. Hal ini dapat berbentuk riwayat (ma’sur ) dan juga dapat berbentuk rasio ( ra’yu )
2.      Kekurangan Metode Tafsir Tahlili
a.      Metode ini dijadikan para penafsir tidak jarang hanya berusaha menemukan dalil atau pembenaran pendapatnya dengan ayat-ayat Al-Quran
b.     Metode ini kurang mampu memberi jawaban tuntas terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, karena pembahsannya sering tidak tuntas, terutama masalah kontemporer seperti keadilan, kemanusiaan, sekaligus tidak banyak memberi pagar-pagar metodologi yang dapat mengurangi subjektivitas mufassirnya.
c.      Dapat menghanyutkan seorang mufassir dalam penafsirannya, sehingga keluar dari suasana ayat yang dibahas.
d.      Metode ini sangat subjetif.
B.                 Metode ijmali, [9]
sebagai salah satu metode penafsiran Al-Quran memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh tafsir-tafsir lainnya, diantara kelebihan  ini adalah:
1.        Jelas  dan Mudah di pahami.
Sesuai dengan sebutannya, tafsir ijmali ini merupakan penafsiran yang dalam menafsirkan suatu ayat tidak berbelit-belit, ringkas, jelas  dan mudah dipahami oleh pembacanya. Selain itu juga pesan-pesan yang terkandung dalam tafsir ini, sangat mudah ditangkap oleh pembaca.
2.       Bebas dari penafsiran Israiliyat.
Peluang masuknya penafsiran Israiliyat dalam metode penafsiran ini dapat dihindarkan, bahkan dapat dikatakan sangat jarang sekali ditemukan. Hal ini disebabkan uraiannya yang singkat hanya mengemukakan tafsir dari kata-kata dalam suatu ayat dengan ringkas dan padat.
3.       Akrab dengan bahasa Al-Quran
Uraiannya yang singkat dan padat mengakibatkan tidak dijumpainya penafsiran ayat-ayat Al-Quran yang keluar dari kosa kata ayat tersebut. Metode ini lebih mengedepankan makna sinonim dari kata-kata yang bersangkutan, sehingga bagi pembacanya merasa dirinya sedang membaca Alquran dan bukan membaca suatu tafsir.
          Adapun kelemahan yang dimiliki metode penafsiran ini diantaranya adalah:
1.      Menjadikan petunjuk Al-Quran tidak utuh.
Penafsiran yang ringkas dan pendek membuat pesan Al-Quran tersebut tidak utuh dan terpecah-pecah. Padahal Al-Quran, menurut Subhi As-Shaleh  mempunyai keistimewaan dalam hal kecermatan dan cakupannya yang menyeluruh. Setiap kita menemukan ayat yang bersifat umum yang memerlukan makna lebih lanjut, kita pasti menemukan pada bagian lain, baik yang bersifat membatasi maupun memperjelas secara rinci.
2.      Penafsiran dangkal atau tidak mendalam.
Metode tafsir ini tidak menyediakan ruangan untuk memberikan uraian atau pembahasan yang mendalam dan  memuaskan pembacanya berkenaan dengan pemahaman suatu ayat. Ini boleh disebut suatu kelemahan yang harus disadari para mufassir yang akan menggunakan metode ijmali ini. Akan tetapi, kelemahan yang dimaksud di sini  tidaklah bersifat negatif melainkan hanyalah merupakan karakteristik atau ciri-ciri metode penafsiran ini.
C.                 metode tafsir maudhu’I
Diatara kelebihan metode tafsir maudhu’I adalah:
1.         Menjawab tantangan zaman[10],
artinya metode ini mampu mengatasi perkembangan zaman yang selalau berubah dan berkembang, sehingga setiap permasalahan yang ada di alam ini dapat dilihat melalui tafsir Al-Quran yang dapat ditangani melalui metode penafsiran tematik ini. Dengan arti kata titik tolak keberangkatan permasalhan ini berdasarkan kenyataan yang ada dalam masyarakat dan berarkhir pada Al-Quran untuk mencari jawaban.
2.          Praktis dan sistamatis,
tafsir dengan metode tematik ini disusun secara praktis dan tematis dalam memecahkan suatu permasalahan, metode ini sangat cocok dengan kahidupan masyarakat modern saat ini dengan menjelaskan satu sub pembahasan secara lengkap dan sempurna, di samping itumetode ini dapat menghemat waktu mengefektifkannya dan mengefesienkannya.
3.         Dinamis,
metode ini selalu dinamis sesuai dengan tuntutan zaman sehingga menimbulkan image di dalam pikiran si pembaca dan pendengar dan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian Al-Quran selalu aktual dan tidak ketinggalan zaman.
4.         Membuat pemahaman menjadi utuh.
Dengan ditetapkannya judul-judul pembahasan yang akan dibahas, membuat pembahasan itu menjadi utuh dan sempurna. Maksudnya penampilan tema suatu permasalahan secara utuh tidak bercerai berai bias menjadi tolak ukur untuk mengetahui pandangan- pandangan Al-Quran terhdap suatu masalah.



Dan diantara kekurang metode ini adalah:
a.        Memenggal ayat Al-Quran,
maksudnya adalah metode ini mengambil kasus di dalam satu ayat atau lebih yang mengandung berbagai macam permasalahan seperti masalah puasa, zakat, haji dan lain sebagainya. Menurut sebagian ulama (kaum konterkstual) cara seperti ini dipandang kurang sopan terhadap ayat-ayat Al-Quran, namun jika tidak membawa kerusakan atau kesalahan di dalam penafsiran hal seperti ini tidak menjadi masalah.
b.       Membatasi pemahaman ayat,
dengan adanya penetapan judul di dalam penafsiran, maka dengan sendirinya berarti membuat suatu permasalahan menjadi terbatas (sesuai dengan topic itu saja), padahal jika dilihat pada ketentuan Al-Quran, tidak mungkin ayat-ayat yang ada padanya mempunyai keterbatasan denga arti kata keterbatasan ini tidak mencakup keseluruhannya makna yang dimaksud.

D.                Kelebihan dan kekurangan Tafsir Muqaran
Diantara keunggulan tafsir muqaran dari metode yang lainnya adalah
a.       Memberikan wawasan relatif lebih luas[11]
b.      Membuka pintu untuk bersikap toleran [12]
c.       Mengungkapkan ke-i’jaz-an dan keotentikan Al-Quran
d.      Membuktikan bahwa ayat-ayat Al-Quran sebenarnya tidak ada kontradiktif. Demikian juga antara Al-Quran dan hadis Nabi.
e.       Dapat mengungkapkan orisinalitas dan objektifitas mufassir.
f.       Dapat mengungkapkan sumber-sumber perbedaan di kalangan mufassir atau perbedaan pendapat di antara kelompok umat Islam, yang di dalamnya termasuk masing-masing mufassir
g.      Dapat menjadi sarana pendekatan (taqrib)  di antara berbagai aliran tafsir dan dapat juga mengungkapkan kekeliruan mufassir sekaligus mencari pandangan yang paling mendekati kebenaran. Dengan kata lain seorang mufassir dapat melakukan kompromi ( al-Jam’u wa al-Taufiq ) dari pendapat-pendapat yang bertentangan atau bahkan men-tarjih salah satu pendapat yang dianggap paling benar
Diantara kekurangan atau kelemahan  tafsir muqaran adalah:[13]
a.      Penafsiran yang menggunakan metode muqaran tidak dapat diberikan kepada pemula, seperti mereka yang belajar tingkat menengah ke bawah. Hal ini disebabkan pembahasan yang dikemukakan terlalu luas dan kadang-kadang terlalu ekstrim, konsekwensinya tentu akan menimbulkan kebingungan bagi mereka dan bahkan mungkin bias merusak pemahaman mereka terhadap Islam secara universal
b.      Metode tafsir muqaran tidak dapat diandalkan untuk menjawab problem-problem sosial yang sedang tumbuh di tengah massyarakat. Hal ini disebabkan metode ini lebih mengutamakan perbandingan daripada pemecahan masalah.[14]
c.      Metode tafsir muqaran terkesan lebih banyak menelusuri tafsiran-tafsiran baru. Sebetulnya kesan serupa tidak akan timbul jika mufassir kreatif, artinya penafsiran tidak hanya sekadar mengutip tetapi juga dapat mengaitkan dengan kondisi yang dihadapinya, sehingga menghasilkan sintesis baru yang belum ada sebelumnya.

















KESIMPULAN
        Dalam ilmu tafsir Al-Quran dikenal 4 macam metode penafsiran, yaitu : metode tafsir tahlili, ijmali, muqarin dan metode tafsir tematik. Metode tafsir Ijmali yang menjadi kajian dalam makalah ini dimaksudkan sebagai cara sistematis untuk  menjelaskan atau menerangkan makna-makna Al-Quran baik dari aspek hukumnya dan hikmahnya dengan pembahasan yang bersifat umum ( global ), tanpa uraian yang panjang lebar dan tidak secara rinci sehingga mudah dipahami oleh semua orang mulai dari orang yang berpengetahuan rendah sampai orang-orang yang berpengetahuan tinggi.
          Dalam sejarah penafsiran Al-Quran,  metode tafsir Ijmali ini memperoleh keabsahan dari  tafsir yang telah dicontohkan oleh Rasul Saw sendiri ketika beliau menerangkan ayat-ayat Al-Quran dengan penjelasan-penjelasan yang singkat, padat, dan tidak panjang lebar. Demikian juga penafsiran para sahabat tidak jauh berbeda dengan cara penafsiran Rasul Saw. Metode semacam itu dilakukan oleh Rasul Saw dan sahabat supaya pesan-pesan ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Quran dapat mudah dipahami dan tentunya untuk menghindari pemahaman-pemahaman yang keliru terhadap ayat-ayat Al-Quran.
          Semua jenis, metode dan corak tafsir Al-Quran memiliki kelebihan dan kekurangan. Saya ambil satu contoh metode tafsir Ijmali yang juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihannya antara lain :
a.       Jelas  dan Mudah di pahami.
b.      Bebas dari penafsiran Israiliyat.
c.       Akrab dengan bahasa Alquran
Sedangkan kekurangannya antara lain :
a.       Menjadikan petunjuk Al-Quran bersifat parsial.
b.      Terlalu dangkal dan berwawasan sempit








DAFTAR PUSTAKA

Al-Jurjaniy, At-Ta’rifat, (  Jeddah : Ath-Thabaah wa an Nasyr wa At-Tauzi, t.t. ), h. 63.
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, bagian Muqaddimah, ( Semarang : Toha Putra, 1989 ),  hal. 32.
Bukti kebenaran Al-Qur’an dan kemukjiatannya yang lain adalah : isyarat-isyarat ilmiahnya dan pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Lihat, M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an,
 ( Bandung : Mizan, 1998 ), h. 111-212.
Anton Baker, Metode-metode Filsafat,  (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), cet. 1, h. 10.
Bukti kebenaran Al-Qur’an dan kemukjiatannya yang lain adalah : isyarat-isyarat ilmiahnya dan pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Lihat, M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an,
 ( Bandung : Mizan, 1998 ), h. 111-212.
Abd. Al-Hayy al-Farmawi,  al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i, Cet.I, (Dirasat Manhajiyyat Maudhu’iyyah, 1396
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, bagian Muqaddimah, ( Semarang : Toha Putra, 1989 )
Darraz,  Abdullah, Al-Naba’ Al-Azhim, ( Mesir : Dar Al-‘Urubah, 1960 )
Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Cet.I, Yogyakarya : Pustaka Pelajar, 1998
Al-Qattan, Manna’, Mahabits fi ‘Ulum al-Quran, ( Mansyurat al-‘Asr al-Hadits, 1973 )
Al-Zarkasyi, Badr Al-Din Muhammad bin Abd.Allah,  Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Quran,( Kairo ; Al-Halaby, 1957 ), jilid I
al-‘Utsaimin, ASy-Syaikh  Muhammad bin Shaleh,  Ushul  fi at-Tafsir, terj. Abu Abdillah  Ibnu Rasto ( Solo : Pustaka Ar-Rayyan, 2008 )




[1] Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Cet.I, Yogyakarya : Pustaka Pelajar, 1998

[2] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, bagian Muqaddimah, ( Semarang : Toha Putra, 1989 )

[3] Darraz,  Abdullah, Al-Naba’ Al-Azhim, ( Mesir : Dar Al-‘Urubah, 1960 )

[4]  Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Cet.I, Yogyakarya : Pustaka Pelajar, 1998

[5] Al-Qattan, Manna’, Mahabits fi ‘Ulum al-Quran, ( Mansyurat al-‘Asr al-Hadits, 1973 )

[6] Al-Zarkasyi, Badr Al-Din Muhammad bin Abd.Allah,  Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Quran,( Kairo ; Al-Halaby, 1957 ), jilid I

[7] al-‘Utsaimin, ASy-Syaikh  Muhammad bin Shaleh,  Ushul  fi at-Tafsir, terj. Abu Abdillah  Ibnu Rasto
  ( Solo : Pustaka Ar-Rayyan, 2008 )

[8] al-‘Utsaimin, ASy-Syaikh  Muhammad bin Shaleh,  Ushul  fi at-Tafsir, terj. Abu Abdillah  Ibnu Rasto,
 ( Solo : Pustaka Ar-Rayyan, 2008 )

[9]  Abd. Al-Hayy al-Farmawi,  al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i, Cet.I, (Dirasat Manhajiyyat Maudhu’iyyah, 1396
[10]  Bukti kebenaran Al-Qur’an dan kemukjiatannya yang lain adalah : isyarat-isyarat ilmiahnya dan pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Lihat, M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an,  ( Bandung : Mizan, 1998 ), h. 111-212.

[11]  Bukti kebenaran Al-Qur’an dan kemukjiatannya yang lain adalah : isyarat-isyarat ilmiahnya dan pemberitaan-pemberitaan gaibnya. Lihat, M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an,  ( Bandung : Mizan, 1998 ), h. 111-212.

[12]  Anton Baker, Metode-metode Filsafat,  (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), cet. 1, h. 10.

[13]  Al-Jurjaniy, At-Ta’rifat, (  Jeddah : Ath-Thabaah wa an Nasyr wa At-Tauzi, t.t. ), h. 63.

[14] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, bagian Muqaddimah, ( Semarang : Toha Putra, 1989 ),  hal. 32.

No comments:

Post a Comment