NILAI-NILAI
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KISAH NABI MUHAMMAD SAW
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Menyusun
Skripsi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Program Studi
Pendidikan Agama Islam (PAI)
Disusun Oleh :
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS
SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
JAWA
TENGAH DI WONOSOBO
2012
LEMBAR PERSETUJUAN
Pada
Hari……………..Tanggal…………., telah diseminarkan proposal skripsi saudara :
Nama :
NIM :
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prodi : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : NILAI-NILAI PENDIDIKAN
AKHLAK DALAM KISAH NABI MUHAMMAD SAW
Proposal ini telah dipandang layak dan memenuhi syarat untuk
dilanjutkan ketahap penelitian skripsi dengan judul tersebut diatas.
Wonosobo,…….April 2012
Penguji
I Penguji
II
(………………....…..) (………………....…..)
Mengetahui
Dekan
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Drs. H. Arifin Shidiq, M.Pd.I
DAFTAR ISI PROPOSAL
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………
LEMBAR
PERSETUJUAN……………………………………………………..
DAFTAR ISI PROPOSAL……………………………………………………….
A.
JUDUL……………………………………………………………………..
B.
LATAR BELAKANG MASALAH……………………………………….
C.
PENEGASAN ISTILAH…………………………………………………..
D.
RUMUSAN MASALAH……………………………………………
E.
TUJUAN PENELITIAN…………………………………………………...
F.
MANFAAT PENELITIAN………………………………………………..
G.
KAJIAN PUSTAKA ………………………………………………….
H.
METODE PENELITIAN……………………………………………
I.
SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI……………………………
RANCANGAN DAFTAR SKRIPSI……………………………………...
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………….
A.
JUDUL : NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KISAH NABI MUHAMMAD SAW
B.
LATAR BELAKANG MASALAH
Akhlak
merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara hamba dan
Allah SWT (hablumminallah) dan antar sesama (hablumminannas). Akhlak
yang mulia tidak lahir berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba.
Akan tetapi, membutuhkan proses panjang, yakni melalui pendidikan akhlak.
Banyak sistem pendidikan akhlak, moral, atau etika yang ditawarka oleh barat,
namun banyak juga kelemahan dan kekurangannya. Karena memang berasal dari
manusia yang ilmu dan pengetahuannya sangat terbatas[1].
Sementara
pendidikan akhlak mulia yang ditawarkan oleh islam tentunya tidak ada
kekurangan apalagi keracunan didalamnya. Mengapa? Karena, berasal langsung dari
al-Khaliq Allah SWT, yang disampaikan melalui Rasulullah Muhammad SAW dengan
Al-Qur’an dan Sunnah kepada umatnya. Rasulullah SAW sebagai uswah, qudwah, dan
manusia terbaik selalu mendapatkan tarbiyah ‘pendidikan’ langsung dari Allah
melalui malaikat Jibril. Sehingga beliau mampu dan berhasil mencetak para
sahabat menjadi sosok-sosok manusia yang memiliki izzah di hadapan umat
lain dan akhlak mulia di hadapan Allah.
Nampaknya
melihat fenomena yang terjadi di dalam kehidupan manusia pada zaman sekarang
ini sudah jauh dari nilai-nilai Al-Qur’an. Akibatnya bentuk penyimpangan
terhadap nilai tersebut mudah ditemukan di lapisan masyarakat. Hal ini dapat di
lihat dari berbagai peristiwa yang terjadi, yang menunjukkan penyimpangan
terhadap nilai yang terdapat didalamnya. Minimnya pengetahuan masyarakat
terhadap kisah teladan Nabi Muhammad SAW, yang termaktub juga di dalam
Al-Qur’an akan semakin memperparah kondisi masyarakat berupa dekadensi moral. Oleh
karena itu, untuk memurnikan kembali kondisi yang sudah tidak relevan dengan
ajaran islam, satu-satunya upaya yang dapat adalah dengan kembali kepada ajaran
yang terdapat didalamnya.
Sangat
memprihatinkan bahwa kemerosotan akhlak tidak hanya terjadi pada kalangan muda,
tetapi juga terjadi terhadap kalangan orang dewasa, bahkan orang tua.
Kemerosotan akhlak pada anak-anak dapat dilihat dengan banyaknya siswa yang
tawuran, mabuk, judi, durhaka kepada orang tua bahkan sampai membunuh
sekalipun. Untuk itu di perlukan upaya strategis untuk memulihkan kondisi
tersebut, di antaranya dengan menanamkan kembali akan pentingnya peran orang tua dan pendidik dalam membina moral
anak didik.
Islam sebagai
agama yang universal meliputi semua aspek kehidupan manusia mempunyai sistem
nilai yang mengatur hal-hal yag bai, yang di namakan akhlak islami. Sebagai
tolak ukur perbuatan baik dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan Allah SWT
dan Rasul-Nya, karena Rasulullah SAW adalah manusia yang paling mulia
akhlaknya.
Pendidikan
akhlak merupakan faktor yang sangat penting dalam membangun sebuah rumah tangga
yang sakinah. Suatu keluarga yang tidak di bangun dengan tonggak akhlak yang
mulia tidak akan dapat hidup bahagia sekalipun kekayaan materialnya melimpah
ruah. Sebaliknya terkadang suatu keluarga yang serba kekurangan dalam masalah
ekonominya, dapat bahagia berkat pembinaan akhlak keluarganya. Pendidikan
akhlak di dalam keluarga di laksanakan dengan contoh dan teladan dari orang tua
terhadap anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain di dalam
lingkungan kelurga dan lingkungan masyarakat, akan menjadi teladan bagi
anak-anak[2].
Mengkaji
perjalanan hidup Rasulullah SAW bagaikan mengarungi lautan yang tidak bertepi
karena sangat luas, sangat kaya, dan mencerahkan. Keluasan suri teladan
Rasulullah SAW mencakup semua kehidupan.
ôs)©9
tb%x. öNä3s9
Îû ÉAqßu «!$#
îouqóé&
×puZ|¡ym
`yJÏj9
tb%x. (#qã_öt ©!$#
tPöquø9$#ur
tÅzFy$#
tx.sur
©!$#
#ZÏVx.
ÇËÊÈ
21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S Al-Ahzab:21)
Mengingat pentingnya pendidikan akhlak bagi terciptanya kondisi
lingkungan yang harmonis, di perlukan upaya serius untuk menanamkan nilai-nilai
tersebut secara intensif. Pendidikan akhlak berfungsi sebagai panduan bagi
manusia agar mampu memilih dan menentukan suatu perbuatan dan selanjutnya
menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk. Kalau di pelajari sejarah bangsa
arab sebelum islam datang maka akan di temukan suatu gambaran dari sebuah
peradaban yang sangat rusak dakam hal
akhlak dan tatanan hukumnya. Seperti pembunuhan, perzinaan dan penyembahan
patung-patung yang tak berdaya. Hal ini jelas bertentangan dengan nilai akhlak
yang terkandung dalam Al-Qur’an. Dalam selain Al-Qur’an, hadits Nabi dapat di jadikan
rujukan mengingat salah satu fungsi hadits adalah menjelaskan kandungan ayat
yang terdapat di dalamnya.
Penulis melihat bahwa kisah Nabi Muhammad SAW memiliki begitu
banyak makna tentang pendidikan akhlak yag sangat dalam. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk menggali, membahas dan mendalami lebih jauh tentang
makna tersebut sebagai judul skripsi. Atas pertimbangan tersebut di atas maka
penulis mengangkat permasalahan tersebut dan di tungkannya dalam skripsi dengan
judul: “NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KISAH NABI MUHAMMAD SAW”
C.
PENEGASAN ISTILAH
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memaknai permasalahan dalam
penelitian ini, maka penulis menetapkan batasan sebagai berikut:
1.
Nilai-nilai Pendidikan
Nilai-nilai pendidikan adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting
atau berguna bagi kemanusiaan[3].
Definisi lain menyebutkan nilai adalah patokan normative yang mempengaruhi
manusia dalam menetukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif[4].
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembalajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang di perlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara[5].
2.
Akhlak
Secara bahasa (linguistik) kata akhlak berasal dari bahasa arab,
yaitu perangai, kelakuan, tabiat, kebiasaan, kelaziman,peradaban yang baik dan
agama. Kata akhlak adalah bentuk jamak dari ‘khilqun’ dan ‘khulqun’ sebagaimana
tersebut dalam surat Al-Qolam ayat 4, yang artinya sama dengan akhlak seperti
tersebut di atas[6].
3.
Kisah Nabi Muhammad SAW
Kisah nabi Muhammad SAW apabila di tinjau dari aspek kemanusiaan
beliau, sebagaimana dapat kita saksikan dan di lakukan studi banding dengan
kondisi kehidupan generasi setelah Rasulullah, maka kita akan segera mengetahui
bahwa pengajaran dan petunjuk yang beliau lakukan merupakan bukti konkrit dan
terkuat atas bentuk pengajaran dan pendidikan paling agung yang pernah ada
didunia. Dengan demikian, akan segera kita sadari betapa Rasulullah SAW
merupakan sosok yang tentunya lebih mulia dibandingkan dengan tokoh-tokoh
pendidikan lain yang telah popular dalam menggagas dunia dan sejarah pendidikan[7].
D.
PERUMUSAN MASALAH
Sehubungan dengan
judul dan latar belakang diatas, maka ada beberapa pokok permasalahan yang
ingin penulis kemukakan diantaranya :
1.
Bagaimana pendapat para mufassir tentang pendidikan akhlak
dalam kisah Nabi Muhammad SAW?
2.
Pendidikan akhlak apa saja yang ada dalam kisah Nabi Muhammad SAW ?
3.
Bagaimana aplikasi pendidikan akhlak yang ada dalam kisah Nabi
Muhammad SAW ?
E.
TUJUAN PENELITIAN
Sedangkan
tujuannya adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui pendapat para mufassir tentang pendidikan akhlak
yang ada dalam kisah Nabi Muhammad SAW.
2.
Untuk mengetahui pendidikam akhlak yang ada dalam kisah Nabi
Muhammad SAW.
3.
Untuk mengetahui aplikasi pendidikan akhlak yang ada dalam kisah
Nabi Muhammad SAW.
F.
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pendidikan Akhlak
Sesungguhnya
motif bertindak dan dasar perilaku manusia, kadang-kadang berupa insting dan
kadang-kadang berupa emosi. Ini tidak kita katergorikan kedalam akhlak manusia.
Akhlak merupakan perbuatan yang lahir dari kemauan dan pemikiran, dan mempunyai
tujuan yang jelas.
Akhlak
merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara hamba dan
Allah SWT (hablumminallah) dan antar sesama (hablumminannas). Akhlak
yang mulia tidak lahir berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba.
Akan tetapi, membutuhkan proses panjang, yakni melalui pendidikan akhlak.
Banyak sistem pendidikan akhlak, moral, atau etika yang ditawarka oleh barat,
namun banyak juga kelemahan dan kekurangannya. Karena memang berasal dari
manusia yang ilmu dan pengetahuannya sangat terbatas[8].
Secara bahasa
(linguistik) kata akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu perangai, kelakuan,
tabiat, kebiasaan, kelaziman,peradaban yang baik dan agama. Kata akhlak adalah
bentuk jamak dari ‘khilqun’ dan ‘khulqun’ sebagaimana tersebut
dalam surat Al-Qolam ayat 4, yang artinya sama dengan akhlak seperti tersebut
diatas[9].
Sementara para
pakar ilmu-ilmu social mendefinisikan akhlak (moral) adalah sebuah sistem yang
lengkap yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku
yang membuat seseorang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik ini
membuat kerangka psikologi seseorang dan mebuatnya berperilaku sesuai dengan
dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda[10].
Dengan tujuan
agar gambaran akhlak dalam islam itu jelas, sehingga dapat diketahui hakekat
dan dimensinya, maka untuk itu semua penulis paparkan definisi akhlak menurut
beberapa pendapat dari ulama islam, dari sekian banyak ulama yang berbicara
tentang akhlak diantaranya:
a.
Imam Abu Hamid al-Ghazali
b.
Ali bin Muhammad bin Syarif al-Jurjani
c.
Thasy Kubra Zadah
d.
Muhammad bin Ali al-Faruqi at-Tahawani
a.
Menurut Imam Abu Hamid al-Ghazali
Kata al-khuluq
merupakan sifat yang terpatri dalam jiwa, yang darinya terlahir
perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memikirakan dan merenung terlebih dahulu[11].
Jika sifat yang
tertanam itu darinya terlahir perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut
rasio dan syariat maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan
jika yang terlahir adalah perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut
dinamakan dengan akhlak yang buruk.
Al-khuluq adalah suatu sifat jiwa dan gambaran batinnya. Dan sebagaimana
halnya keindahan bentuk lahir manusia secara mutlak tak terdapat terwujud hanya
dengan keindahan dua mata, dengan tanpa
hidung, mulut dan pipi. Sebaliknya, semua unsur tadi harus indah sehingga
terwujudlah keindahan lahir manusia itu[12].
Demikian juga, dalam batin manusia ada empat rukun yang harus terpenuhi
seluruhnya sehingga terwujudlah keindahan khuluq ‘akhlak’. Jika empat rukun itu
terpenuhi, indah dan saling bersesuaian,maka terwujudlah keindahan akhlak itu.
Ke empat rukun itu antar lain:
a.
Kekuatan ilmu
b.
Kekuatan marah
c.
Kekuatan syahwat
d.
Kekuataan mewujudkan keadilan diantara tiga kekuatan tadi.
a.
Kekuatan ilmu
Keindahan dan
kebaikannya adalah dengan membentuknya hingga menjadi mudah mengetahui
perbedaan antara jujur dan dusta dalam ucapan, antara kebenaran dan kebatilan
dalam berakidah dan antara keindahan dan keburukan dalam perbuatan.
Jika kekuatan
ini telah baik, maka lahirlah buah hikmah, dan hikmah itu sendiri adalah puncak
akhlak yang baik. Seperti difirmankan oleh Allah SWT:
ÎA÷sã spyJò6Åsø9$#
`tB âä!$t±o
4 `tBur |N÷sã
spyJò6Åsø9$#
ôs)sù
uÎAré& #Zöyz #ZÏW2
3 $tBur ã2¤t
HwÎ)
(#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ
269. Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam
tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan
Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia
yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran (dari firman Allah). (Q.S Al-Baqarah:269)[13]
b.
Kekuatan marah
Keindahannya adalah jika pengeluaran marah itu dan penahannya
sesuai dengan tuntutan hikmah
c.
Kekuatan syahwat
Kindahan dan kebaikannya adalah jika ia ada dibawah perintah
hikmah. Maksudnya perintah akal dan syari’at.
d.
Kekuatan keadilan
Adalah kekuatan mengendalikan syahwat dan kemarahan dibawah
perintah akal dan syari’at
Dari
keseimbangan kekuatan akal terwujudlah, keindahan dalam pengaturan, ketinggian
akal, pendapat yang baik, dan prasangka yang tepat, cermat dalam melihat
detail-detail perbuatan dan pernak-pernik penyakit jiwa. Tindakan menguranginya
akan dilahirkan perbuatan zalim, maker, tipu daya,dan keculasan.
Al-Qur’an telah
menyinggung akhlak-akhlak tersebut dalam sifat-sifat orang yang beriman, Allan
SWT berfirman:
$yJ¯RÎ) cqãYÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä
«!$$Î/
¾Ï&Î!qßuur
§NèO
öNs9
(#qç/$s?öt
(#rßyg»y_ur
öNÎgÏ9ºuqøBr'Î/ óOÎgÅ¡àÿRr&ur Îû È@Î6y «!$#
4 y7Í´¯»s9'ré&
ãNèd
cqè%Ï»¢Á9$# ÇÊÎÈ
15. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah
orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka
tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.(Q.S Al-Hujurat: 15)[14]
b.
Menurut Muhammad bin Ali asy-Syarif al-Jurjani
Al-Jurjani mendefinisikan akhlak dalam bukunya, at-ta’rifat sebagai
berikut:
“Akhlak
adalah istilah bagi sesuatu sifat yag tertanam kuat dalam diri, yang darinya
terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa perlu berpikir dan
merenung. Jika dari sifat tersebut terlahir perbuatan-perbuatan yang indah
menurut akal dan syari’ah, dengan mudah, maka sifat tersebut dinamakan dengan
akhlak yang baik. Sedangkan darinya terlahir perbuatan-perbuatan yang buruk,
maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk.”[15]
c.
Menurut Ahmad bin Mushthafa (Tasy Kubra Zaadah)
Ia seorang
ulama ensiklopedis mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
“Akhlak adalah ilmu yang darinya
dapat diketahui jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya
keseimbangaan antara tiga kekuatan, yaitu: kekuatan berpikir, kekuatan marah,
kekuatan syahwat.”[16]
d.
Menurut Muhammad bin Ali al-Faaruqi at-Tahanawi
Ia berkata
“Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama dan harga diri.”[17]
Menurut
definisi para ulama akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan
kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawali denga
berpikir panjang, merenung dan memaksakan diri
Dari definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah merupakan tingkah laku dan
perbuatan yang sudah melekat dan menetap dalam jiwa (menjadi
malakah/kebiasaan), karena perbuatan tersebut telah dilakukan berulang-ulang,
terus menerus dan bersifat spontanitas serta dengan kesadaran jiwa bukan
paksaan atau ketidaksengajaan.[18]
B.
Kisah Nabi Muhammad SAW
Dari Abdullah,
Aminah mengandung Muhammad. Pada malam senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal Tahun
Gajah (571 Masehi) Muhammad lahir. Disebut sebagai tahun Gajah karena pada saat
itu terjadi peristiwa penyerangan Ka’bah yang dilancarkan Abrahah al-Asyram,
pejabat Najasyi Habasyah di Yaman. Ayah beliau adalah Abdullah, anak pasangan
dari Abdul Muthalib bin Hasyim dan Fatimah binti Amr bin A’id al-Makhzumi.
Sedangka ibundanya, bernama Aminah,anak dari pasangan Wahab bin Abdul Manaf bin
Zuhrah dan Barrah binti Abdul ‘Uzza bin Utsman.[19]
Tarbiyah
(pendidikan) kepemimpinan Muhammad SAW telah dimulai sejak kanak-kanak terutama
ketika beliau oleh kakenya ini. Ketika usia Muhammad delapan tahun, kakek
beliau meninggal dunia. Muhammad pun tinggal bersama pamannya, Abu Thalib.
Walaupun Abu Thalib ketua Suku Bani Hasyim, ia hidup dengan sederhana. Bahkan
Muhammad SAW belajar hidup mandiri denga menggembala kambing di padang pasir.[20]
Bila tujuan
utama Rasullah SAW adalah menyempurnakan kemuliaan akhlak, proses pendidikan
seyogyanya di arahkan menuju terbentuknya pribadi dan umat yang berakhlak
mulia. Hal ini sesuai dengan penegasan Allah bahwa Nabi Muhammad adalah teladan
utama bagi umat manusia. Untuk mencapai hal itu, akhlak mulia harus ditegakkan
dalam formulasi tujuan pendidikan.
Islam sebagai
agama yang seimbang, mengajarkan bahwa setiap usaha yang dilakukan manusia
tidak hanya melibatkan peran manusia, tetapi juga melibatkan peran Tuhan. Nabi
Muhammad SAW menggambarkan proses pendidikan seperti sebuah kegiatan bertani.
Jika seseorang petani ingin mendapatkan hasil pertanian yang baik, ia harus
menyiapkan lahan yang subur dan gembur, udara dan cuaca yang tepat, air dan
pupuk yang cukup, bibit yang unggul, cara menanam yang benar, pemeliharaan dan
perawatan tanaman yang benar dan intensif, waktu dan masa tanam yang tepat dan
cukup. Namun, meski berbagai usaha tersebut dilakukan, tetapi belum dapat
menjamin seratus persen bahwa hasil tersebut akan berhasil dengan baik.
Dengan
demikian, pendidikan islam seharusnya bertujuan mencapai pertumbuhan seimbang
dalam kepribadian manusia secara total melalui pelatihan spiritual, kecerdasn
rasio, perasaan, dan pancaindra. Oleh karena itu, pendidikan islam seharusnya
menjadi pelayan pertumbuhan bagi manusia dalam segala aspeknya yang meliputi
aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, linguistic, baik secara
individu maupun secara kolektif dan memotivasi semua aspek tersebut kepada
kebaikan dan pencapaian kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan bertumpu pada
terealisasinya ketundukan kepada Allah baik dalam level individu, komunitas,
dan manusia secara luas.[21]
G.
METODE PENELITIAN
Penulis
menggunakan beberapa metode penelitian, baik memperoleh data maupun
menganalisis data, antara lain:
1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini
adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu suatu penelitian
terhadap buku-buku sebagai produk ulama yang ada kaitannya dengan pembahasan
skripsi ini. Dengan demikian data yag dipeoleh dari hasil literer
dideskripsikan apa adanya kemudian dianalisis.
2.
Sumber Data
Karena penulis
ini menggunakan metode library research maka diambil data dari berbagai
sumber sebagai berikut:
a.
Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh dari data-data sumber
primer yaitu sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut.
b.
Sumber data sekunder, yaitu yang diperoleh dari sumber yang bukan
asli.[22]
3.
Metode Analisis Data
Menulis
menggunakkan teknik analisis isi (content analysis). Teknik analisis ini
merupakan kesimpulan yang shahih dari sebuah buku atau dokumen, juga merupakan
teknik untuk menemukan karakterisitik pesan, yag penggarapannya dilakukan
secara objektif dan sistematis.[23]
Untuk
mempermudah memecahkan msalah yang telah dirumuskan, penulis mencoba
menganalisis secara kritis dan konstruktif dari Pendidikan Akhlak dalam Kisah
Nabi Muhammad SAW.
a. Metode Deduktif
Metode deduktif
berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum, menuju yang khusus. Metode ini digunakan
untuk mengambil kaidah-kaidah yang umum dengan dihubungkan dengan realitas yang
ada untuk ditarik suatu simpulan secar rinci.[24]
b.
Metode Induktif
Metode induktif
merupakan pola pikir yang berangkat dari hal-hal yang bersifat khusus ditarik generalisai,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Sutrisno Hadi: “induktif berangkat dari
fakta-fakta khusus, peristiwa-peristiwa khusus dan konkret itu ditarik
generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum.”[25]
H.
SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI
Untuk mempermudah
dalam mempelajari dan memahami skripsi ini, maka penulisan skripsi ini
menggunakan sistematika sebagai berikut:
Bagian muka adalah bagian yang mendahului tubuh karangan yang
berisi: halaman sampul, halaman judul, halaman persetujuan, motto, kata pengantar,
dan daftar isi.
Bagian tengah,
ialah bagian tubuh karangan yang terdiri dari lima bab yaitu:
Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, penegasan
istilah, permasalahan, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penelitian.
Bab II : Bab ini aka menguraikan tentang Pengertian Pendidikan
Akhlak, Ruang Lingkup Pendidikan AKhlak, Dasar Pendidikan Akhlak, Tujuan
Pendidikan Akhlak da Metode Pembinaan Akhlak.
Bab III : Bab ini akan menjelaskan tentang Pendidikan
Akhlak yang ada dalam kisah Nabi Muhammad SAW
Bab IV : Bab ini merupakan bab inti yang merupakan
jawaban dari masalah yang telah dirumuskan.
Bab V :Bab ini terdiri dari tiga sub yaitu kesimpulan, yang
memuat kesimpulan-kesimpulan dari uraian-uraian pada bab terdahulu, saran yang
memuat beberapa saran dari penulis yang berhubungan dengan kesimpulan yang
telah dikemukakan dan kata penutup. Kemudian bagian akhir terdiri dari daftar
pustaka, lampiran-lampiran serta daftar riwayat hidup.
RANCANGAN
DAFTAR SKRIPSI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN NOTA PEMBIMBING
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
C. Penegasan Istilah
D. Pembatasan dan Perumusan Masalah
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan Skripsi
BAB II PENDIDIKAN
AKHLAK
A.
Pengertian Pendidikan Akhlak
B.
Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
C.
Dasar Pendidikan Akhlak
D.
Tujuan Pendidikan Akhlak
E.
Objek/Sasaran Akhlak
F.
Metode Pembinaan Akhlak
BAB III NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
KISAH NABI MUHAMMAD SAW
A.
Gambaran Umum Akhlak Nabi Muhammad SAW
B.
Makna Global
C.
Pendapat Para Mufassir Tentang Akhlak Dalam Kisah Nabi Muhammad SAW
BAB IV ANALISIS NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
KISAH NABI MUHAMMAD DAN APLIKASINYA
A.
Analisis Nilai Pendidikan dalam Kisah Nabi Muhammad SAW
B.
Analisis tentang Aplikasi Pendidikan Anak
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
C.
Kata Penutup
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Halim, Ali, Akhlak Mulia, Gema
Insani, Jakarta, 2002
Aminudin
dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2002
Arifin,
Tatang M, Menyusun Rencana Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1995
Alwi,
Hasan(pemred), Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka,
Jakarta, 2007
Fauzi, Imron, Manajemen
Pendidikan Ala Rasulullah, Ar-Ruz Media, Jogjakarta, 2012
Firdaus, Drs. H. M. Pd, Undang-undang
RI No 14 tentang Guru dan Dosen serta Undang-undang RI nomor 20 tentang SIKDIKNAS,
Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama, Jakarta,2006
Hadi,
Sutrisno, Metodologi Research, Andi Ofset, Yogyakarta, 1991
Khaled, Amr, Buku Pintar Akhlak,
Zaman, Jakarta,2010
Moleong,
Lexi J, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1991
Mulyana, Rahmat Dr, Mengartikulasikan
Pendidikan Nilai, Alfabeta, Bandung, 2004
Subaiti, Musa Dr, Akhlak Keluatga
Muhammad SAW, PT Lentera Basritama, Jakarta, 2000
Zakiyah Daradjat, Pendidikan
Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Ruhama, Jakarta, 1995
DAFTAR RIWAYAT
HIDUP
Nama :
SAMROH
Tempat,Tanggal Lahir :
Banyumas, 20 Juni 1991
Alamat : Purwokerto,
jln. Curug Cipendok Ds Tumiyang, RT 02 RW 07. Kabupaten Banyumas
NIM :
1109107
Fakultas :
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Program studi :
Pendidikan Agama Islam
Riwayat Pendidikan :
-
SDN 03 Tumiyang, Pekuncen
-
SMP Takhassus Al-Qur’an Pekuncen
-
SMA Ma’arif NU 01 Ajibarang
-
UNSIQ Jawa Tengah di Wonosobo semester 6 (enam)
Wonosobo, …….2012
Penulis
SAMROH
NIM 1109107
[1] Ali Abdul Halim Dr, Akhlak Mulia, Gema Insani, Jakarta, 2002
hal 11
[2] Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah,
Ruhama, Jakarta, 1995, hal. 60
[3]
Hasan Alwi (pemred), Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai
Pustaka, Jakarta, 2007, hal 783
[4]
Dr.Rahmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Alfabeta,
Bandung, 2004, hal 9
[5]
Drs. H. Firdaus, M. Pd, Undang-undang RI No 14 tentang Guru dan Dosen serta
Undang-undang RI nomor 20 tentang SIKDIKNAS, Dirjen Pendidikan Islam
Departemen Agama, Jakarta,2006, hal 64
[6] Aminudin dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi,
Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002 hal 152.
[7] Ali Abdul Halim Dr, Op. Cit, hal 17
[8] Ali Abdul Halim Dr, Loc. Cit.
[9] Aminudin dkk, Loc. Cit
[10] Ali Abdul Halim Dr, Op. Cit, hal 27
[11] Ali Abdul Halim Dr, Op. Cit, hal 28
[12]Musa Subaiti Dr, Akhlak Keluatga Muhammad SAW, PT Lentera
Basritama, Jakarta, 2000, hal 16
[13] Ali Abdul Halim Dr, Op. Cit, hal 29
[14] Ali Abdul Halim Dr, Op. Cit, hal 31
[15] Ali Abdul Halim Dr, Op. Cit, hal 31
[16] Dr. Amr Khaled. Buku Pintar Akhlak, Zaman, Jakarta,2010, hal 29
[17] Ibid, hal 30
[18] Ibid, hal 33
[19] Imron Fauzi, Manajemen Pendidikan Ala Rasulullah, Ar-Ruz Media,
Jogjakarta, 2012, hal 75
[20] Ibid, hal 84
[21] Ibid, hal 88
[22] Tatang M. Arifin, Mnyusun Rencana Penelitian, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1995, hal, 133
[23] Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1991, hal 263
[24] Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Andi Ofset, Yogyakarta, 1991,
hal 9
[25] Ibid,hal 9
No comments:
Post a Comment